Potrowangsan, Dusun Edukasi di Sleman yang Menjaga Harmoni Budaya dan Toleransi Antarumat
Di balik kesederhanaannya, Potrowangsan menjelma menjadi simbol pelestarian budaya, tradisi, dan toleransi antarumat beragama.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Di lereng sejuk Kapanewon Pakem, Sleman, terdapat sebuah padukuhan yang hingga kini masih setia menjaga warisan leluhur. Padukuhan Potrowangsan, Sumberan, Kalurahan Candibinangun, bukan sekadar dusun biasa.
Di balik kesederhanaannya, Potrowangsan menjelma menjadi simbol pelestarian budaya, tradisi, dan toleransi antarumat beragama.
Haryono, Dukuh Potrowangsan, menyebut wilayahnya sebagai Dusun Edukasi. Istilah ini bukan tanpa alasan. Di sini, masyarakat tidak hanya menjalani kehidupan sehari-hari, tapi juga aktif melestarikan adat dan kearifan lokal melalui berbagai kegiatan budaya, mulai dari kenduri, upacara adat, hingga tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun.
“Kami percaya bahwa budaya, tradisi, dan adat istiadat adalah perekat harmoni antarumat beragama. Tradisi itu mempersatukan, mempererat silaturahmi, dan menciptakan kedamaian,” ungkap Haryono kepada Tribun Jogja, Jumat (23/5/2025).
Salah satu tradisi unggulan yang masih lestari hingga kini adalah Merti Bumi, yang mulai dihidupkan kembali sejak tahun 2007.
Kegiatan tahunan ini tak hanya menjadi ajang ritual dan syukur atas hasil bumi, tetapi juga menjadi panggung kebudayaan yang mengundang minat wisatawan, peneliti, hingga komunitas dari luar negeri.
Dalam perhelatan Merti Bumi, masyarakat menggelar serangkaian acara, mulai dari kenduri, misa bagi umat Katolik, pengajian akbar, hingga arak-arakan gunungan yang diiringi oleh pasukan tradisional Bregodo Kyai Kromo Dipo. Kegiatan ini tak hanya sarat nilai spiritual, tapi juga menjadi ruang interaksi budaya yang inklusif.
“Kami bahkan pernah dikunjungi oleh tamu dari sepuluh negara yang datang melalui program dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Mereka tertarik melihat bagaimana toleransi antarumat begitu kuat dan hidup berdampingan dalam tradisi yang terjaga,” tutur Haryono.
Menariknya, masyarakat Potrowangsan tetap menjaga identitas budaya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam setiap pertemuan warga, dari tingkat RT hingga kelompok ibu-ibu dan pemuda, penggunaan busana tradisional Jawa masih diwajibkan.
Ini menjadi simbol penghormatan pada akar budaya sekaligus edukasi nilai luhur kepada generasi muda.
Upaya pelestarian ini tidak berjalan sendiri.
Aparat desa turut aktif memberikan edukasi dan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat. Semangat nguri-uri budaya atau merawat warisan budaya menjadi denyut nadi kehidupan warga.
“Respons masyarakat luar biasa. Mereka merasa nyaman, damai, dan hasil pertanian pun selalu membawa berkah. Kami berkomitmen menjadikan budaya sebagai pijakan untuk kemajuan bersama,” tegas Haryono.
Potrowangsan bukan sekadar dusun. Itu adalah contoh hidup dari betapa budaya bisa menjadi pondasi keharmonisan, edukasi, dan daya tarik wisata yang berkelanjutan. (Ard)
Rencana Revitalisasi dan Penataan Keramba Waduk Rowo Jombor Klaten |
![]() |
---|
Rumah Remaja Magelang Didatangi Polisi Seusai Lapor Salah Tangkap ke Polda |
![]() |
---|
Puluhan Penyandang Disabilitas di Sleman Diberi Pemeriksaan Kesehatan dan Alat Bantu Gratis |
![]() |
---|
Pelatihan Mitigasi Bencana Warga Rusunawa Wates Magelang, Berikut Contoh Kegiatannya |
![]() |
---|
Peduli Bumi, PMI Sleman Bagikan Seribu Bibit Pohon pada Pengguna Jalan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.