Pemda DIY Dorong Peninjauan Ulang Kompensasi untuk Warga Terdampak Stasiun Lempuyangan

Tawaran kompensasi dari PT KAI untuk warga terdampak penataan Stasiun Lempuyangan ditolak oleh warga

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
TOLAK PENGUKURAN - Joni, warga yang terdampak rencana revitalisasi Stasiun Lempuyangan, memperlihatkan surat keterangan tanah. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menegaskan bahwa bantuan berupa bebungah dari Keraton Yogyakarta kepada warga terdampak penataan Stasiun Lempuyangan tidak dapat disamakan dengan kompensasi resmi yang menjadi tanggung jawab PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Warga pun tetap menolak besaran kompensasi yang ditawarkan oleh PT KAI, yang dinilai tidak sebanding dengan nilai bangunan yang telah mereka dirikan.

Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono, menyampaikan bahwa bebungah merupakan bentuk empati yang diberikan atas perintah Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan tidak memiliki kaitan langsung dengan skema kompensasi yang seharusnya diberikan PT KAI kepada warga terdampak.

“Iya, bebungah itu berbeda dengan kompensasi dari PT KAI. Yang akan memanfaatkan kembali kawasan itu adalah PT KAI, maka Keraton mendorong agar diperhatikan betul mereka yang sudah lama menempati tempat tersebut,” kata Beny saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (26/5/2025).

Ia menambahkan, arahan dari Sri Sultan adalah agar semua hal yang belum menjadi kesepakatan dalam proses relokasi warga dapat ditinjau ulang.

“Beliau kan ngendika, hal-hal yang belum menjadi kesepakatan dilihat kembali,” lanjutnya.

Sebelumnya, PT KAI telah melakukan sosialisasi kepada warga Tegal Lempuyangan, Bausasran, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, terkait rencana kompensasi.

Sementara itu Ketua RW 01, Anton Hadriutomo, menjelaskan bahwa PT KAI menawarkan tiga bentuk kompensasi, yaitu penggantian untuk bangunan tambahan di luar bangunan inti, uang rumah singgah sebesar Rp 10 juta, serta biaya bongkar dan angkut sebesar Rp 2,5 juta.

“Iya, (kompensasi) itu isinya bangunan di luar bangunan utama, tambahan rumah singgah Rp 10 juta, ongkos bongkar Rp 2,5 juta,” ujar Anton.

Baca juga: Sri Sultan HB X Minta PT KAI Hitung Ulang Kompensasi Warga Lempuyangan

Anton memaparkan bahwa kompensasi untuk bangunan tambahan tersebut dihitung berdasarkan jenis bangunan.

Bangunan permanen dihargai Rp 250.000 per meter persegi, sedangkan bangunan semi permanen diberi kompensasi Rp 200.000 per meter persegi.

Namun, menurutnya, nilai tersebut tidak sebanding dengan biaya pembangunan saat ini.

“Kayak kita tidak dihargai. Bayangkan bangunan permanen cuma dinilai Rp 250 ribu per meter persegi. Itu buat beli material saja nggak cukup. Kalau bangun sekarang kan sekitar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per meter persegi to,” kata Anton.

Tawaran dari PT KAI tersebut akhirnya ditolak oleh warga.

Mereka menilai pendekatan yang digunakan dalam menentukan nilai kompensasi tidak mempertimbangkan nilai riil bangunan dan kontribusi warga yang selama ini tinggal dan merawat lingkungan tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved