Warga Terdampak Proyek Stasiun Lempuyangan Optimis Kraton Yogya Berpihak pada Kawulanya

14 rumah dinas eks karyawan PT KAI di kawasan tersebut bakal digusur, untuk dibangun sebuah unit perkantoran dan sarana lain.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
AUDIENSI - Pertemuan antara jajaran Komisi A DPRD Kota Yogyakarta dengan warga terdampak proyek beautifikasi Stasiun Lempuyangan, Jumat (9/5/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masyarakat terdampak proyek beautifikasi Stasiun Lempuyangan optimis, Kraton Ngayogyarta akan berpihak pada mereka.

Sebagai informasi, 14 rumah dinas eks karyawan PT KAI di kawasan tersebut bakal digusur, untuk dibangun sebuah unit perkantoran dan sarana lain.

Ketua RW 01 Bausasaran, Danurejan, Antonius Handriutomo, mengatakan antara warga dan PT KAI sama-sama punya landasan untuk memproses kekancingan dari Kraton Ngayogyarta.

Ia menandaskan, seluruh warga terdampak proyek tersebut sudah mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT) sejak kisaran lima tahun yang lalu.

"Sementara, mereka sudah mempunyai palilah juga, yang nantinya ke arah kekancingan," ujarnya, selepas pertemuan dengan jajaran Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, Jumat (9/5/2025).

Alhasil, terkait keputusan selanjutnya, pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada Sri Sultan Hemengku Buwono X, selaku pemangku kekuasaan.

Baca juga: Sambangi Warga Terdampak Proyek Stasiun Lempuyangan, DPRD Kota Yogya Minta Semua Pihak Menahan Diri

Pihaknya pun siap menerima apapun yang nantinya menjadi kebijakan melalui Panitikismo Kraton Ngayogyakarta, karena tanah yang mereka tempati berstatus Sultan Ground.

"Tapi, kami meyakini, Pak Sultan selaku raja Kraton Ngayogyakarta pasti akan berpihak pada kawulanya, karena tahta untuk rakyat," ucapnya.

Anton pun mengisahkan, keluarganya menempati rumah itu sejak 1962 silam, semasa ayahnya masih menjadi karyawan perusahaan kereta api.

Setelah kelahirannya pada 1965, keluarganya sempat pindah ke Purwokerto selama lebih kurang empat tahun, sebelum menetap lagi di permukiman tersebut.

"Kalau mereka merasa punya aset, pasti mintanya dari dulu-dulu, waktu orang tua kami sudah tidak ada. Tapi, nyatanya sampai sekarang kami tinggal di sini," terang Anton. 

"Bahkan, ketika gempa bumi, saat bangunan retak-retak, terus waktu puting beliung hampir semua atap rumah kami hancur, ngga ada action dari mereka," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved