Program MBG Belum Efektif Cegah Stunting, Ahli Gizi: Perlu Target Spesifik
Meski masih ada kekurangan, Toto menjelaskan bahwa salah satu kunci efektivitas MBG adalah penargetan yang spesifik kepada kelompok yang membutuhkan
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru berjalan beberapa bulan ini menuai sorotan publik terkait banyak kasus keracunan makanan dan vendor penyedia makan gratis yang belum dibayar oleh penyelenggara program ini di daerah.
Terlepas dari pro dan kontra pada pelaksanaan program ini, Pakar Gizi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Dr. Toto Sudargo, mengatakan program MBG ini layak didukung dan memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah stunting jika dilaksanakan dengan tepat sasaran dan profesional.
Meski masih ada kekurangan, Toto menjelaskan bahwa salah satu kunci efektivitas MBG adalah penargetan yang spesifik kepada kelompok yang paling membutuhkan seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, dan remaja putri.
Ia menekankan pentingnya memberikan gizi yang cukup bagi remaja putri agar kelak menjadi ibu yang sehat dan tidak anemia.
“Kalau remaja putri bisa ditargetkan di sekolah, sedangkan untuk kelompok ibu hamil dan menyusui bisa melalui kerja sama dengan posyandu,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa MBG harus menyumbang minimal sepertiga dari kebutuhan gizi harian, terutama protein sebagai faktor pertumbuhan utama.
“Protein adalah growth factor. Itu yang paling utama karena selama ini yang tercukupi hanya karbohidrat,” jelasnya.
Namun, keberhasilan program ini tidak hanya tergantung pada jumlah makanan yang diberikan, tetapi juga kualitas dan daya terima anak-anak terhadap makanan tersebut.
“MBG itu jangan melihat volumenya, tapi kualitasnya. Sedikit tapi habis lebih baik daripada banyak tapi sisa,” katanya.
Untuk menyiasati kebiasaan makan anak-anak yang cenderung pemilih, Dr. Toto menyarankan agar menu MBG dibuat menarik dan sesuai tren.
“Buat yang kecil-kecil tapi enak. Misalnya bola-bola daging atau makanan kekinian lainnya yang disukai anak-anak,” sarannya.
Agar program ini efektif, Dr. Toto menekankan pentingnya melibatkan ahli gizi dalam setiap lini perencanaan dan pelaksanaan.
Selain itu, ia juga mendorong pendekatan desentralisasi hingga ke tingkat desa agar pengawasan dan pelaksanaan lebih optimal.
“Jangan menggunakan orang yang bukan ahli gizi karena tidak tahu bagaimana menyusun menu dari bahan mentah sampai ke mulut konsumen,” tegasnya. (Ard)
Sekolah di Gunungkidul Angkat Bicara soal Belasan Siswa yang Diduga Keracunan MBG |
![]() |
---|
Poin Pernyataan Program MBG di Brebes Jadi Sorotan, Ada Tak Menuntut Jika Keracunan |
![]() |
---|
Dosen FEB UGM Ungkap Alasan CHT Perlu Dinaikkan |
![]() |
---|
Pemkab Gunungkidul Tarik Lagi Alokasi Anggaran MBG |
![]() |
---|
Dapur SPPG Salaman 1 Magelang Beroperasi, Sehari Layani 3 Ribuan Anak Sekolah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.