Nasib Pedagang dan Jukir di TKP Abu Bakar Ali yang Bakal Dibongkar
Pengelola Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA), Doni Rulianto, mengonfirmasi perpanjangan masa kontrak pengelolaan hingga 13 Mei 2025.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Joko Widiyarso
Sebelumnya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY tengah merancang perubahan signifikan di kawasan pusat kota.
Lahan bekas Tempat Parkir Khusus (TKP) Abu Bakar Ali (ABA), yang selama ini menjadi kantung parkir kendaraan wisatawan, akan diubah menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Transformasi ini bukan hanya soal estetika ruang kota, melainkan bagian dari upaya besar menjaga warisan budaya dan lingkungan di kawasan Sumbu Filosofi, yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.
Menurut Kepala DLHK DIY, Kusno Wibowo, kawasan eks TKP ABA menjadi salah satu lokasi yang diidentifikasi sebagai titik strategis dalam pengembangan Sumbu Filosofi sebagai kawasan budaya yang berkelanjutan.
DLHK telah memulai penyusunan perencanaan dasar pada 2024, dan tahun ini akan menjadi titik awal penting untuk memulai tahapan perancangan teknis.
“Kami dari DLHK DIY, pada tahun kemarin, baru menyusun rencana terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH) di eks Parkir ABA, kawasan Sumbu Filosofi, ini sebagai bagian dari upaya untuk menunjang pengembangan kawasan Sumbu Filosofi yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia,” ujar Kusno, Kamis (17/4/2025).
Hingga pertengahan April ini, DLHK masih berada pada tahap identifikasi dan pendetailan konsep rancangan lahan.
Penyusunan Detail Engineering Design (DED) direncanakan akan diajukan melalui skema perubahan anggaran Dana Keistimewaan (DAIS) tahun 2025.
“Kita usulkan dulu, kita awali dengan DED-nya di tahun ini, pada perubahan anggaran pertama, sekitar April–Mei, mudah-mudahan sudah selesai. Setelah DED-nya selesai disusun, baru nanti kita lihat kemungkinan pembangunan fisiknya. Apakah tahun ini bisa nyandak, atau mungkin tahun 2026,” jelas Kusno.
Ruang Terbuka Hijau yang dirancang di lahan seluas kurang lebih 7.000 meter persegi ini tidak hanya akan menjadi kawasan hijau biasa.
Dalam rancangannya, DLHK merumuskan fungsi ekologis, sosial, kultural, dan edukatif dalam satu kesatuan ruang yang merepresentasikan keistimewaan Yogyakarta.
RTH ini dirancang sebagai penanda kawasan budaya sekaligus ruang hidup bagi manusia dan satwa lokal.
“RTH ini nantinya juga akan menjadi salah satu penanda keistimewaan Yogyakarta, sekaligus sebagai bagian dari kawasan Warisan Budaya Dunia. Fungsi lainnya yaitu sebagai penyeimbang iklim mikro—karena di dalamnya juga akan ada zona alam—dan sebagai ruang interaksi, ruang rekreatif yang inklusif dan ramah anak,” papar Kusno.
Rencananya, kawasan akan dibagi ke dalam tiga zona utama: zona publik, zona sosial, dan zona alam.
Kawasan ini dirancang untuk dapat menampung hingga seribu pengunjung dalam kondisi penuh, dengan tutupan hijau ditargetkan mencapai 50 hingga 55 persen dari total area.
Jamin Keselamatan Perjalanan, KAI Daop 6 Yogyakarta Lakukan Management Safety Walkthrough |
![]() |
---|
Luas Tanah Keraton Yogyakarta yang Dipakai Jalan Tol Jogja-Bawen-Solo |
![]() |
---|
Pemkot Yogyakarta Terus Berupaya Tekan Volume 70 Ton Sampah Per Hari |
![]() |
---|
PDIP Kota Yogya Kumpulkan Rp25 Juta Uang Koin, Siap Dibawa ke Jakarta Saat Sidang Hasto Kristiyanto |
![]() |
---|
Minimalisir Volume Sampah Menuju UPS, Pemkot Yogyakarta Kebut Upaya Pemilahan di Depo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.