Di tengah "hati mati" dan kegelapan, masih tersisa harapan akan adanya koneksi emosional melalui karyanya.
Namun, harapan ini bercampur dengan keputusasaan dan ironi yang pahit dalam baris selanjutnya: "Semoga segala sypilis dan segala kusta / (Sedikit lagi bertambah cerita bom atom pula) / Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama." Penyakit-penyakit mengerikan seperti sifilis dan kusta, serta ancaman dahsyat bom atom, justru dijadikan "tanda kedaulatan bersama," sebuah ironi yang pedih menggambarkan kondisi masyarakat yang penuh dengan penderitaan dan ancaman.
Akhir puisi, "Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa / Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku pula," adalah sebuah permohonan agar pembaca menerima realitas yang dialami penyair, sebuah dunia yang penuh dengan kegelapan dan di mana "mereka" (orang lain, masyarakat) juga menjadi bagian dari dirinya, mungkin sebagai sumber keterasingan sekaligus upaya untuk memahami. (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.