Korban Kekerasan di DIY Kian Berani Bersuara, Laporan Meningkat pada 2024

DP3AP2 DIY juga terus mengedukasi masyarakat melalui kampanye daring dan luring, serta pelatihan untuk petugas layanan.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Keberanian korban untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami mendorong peningkatan signifikan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang 2024.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY mencatat sebanyak 1.328 kasus dilaporkan tahun lalu, naik dari 1.182 kasus pada 2023.

Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, menyebut peningkatan ini bukan semata mencerminkan memburuknya situasi, tetapi lebih pada membaiknya sistem pelaporan serta meningkatnya kesadaran korban untuk speak up.

Terutama di lingkungan pendidikan, semakin banyak perempuan dan anak yang berani mengadukan kasus kekerasan, baik secara fisik, psikis, maupun seksual.

“Korban kekerasan semakin berani menyampaikan apa yang mereka alami, terutama di sekolah dan perguruan tinggi. Ini hal baik karena keberanian itu menjadi langkah pertama untuk pemulihan,” ujar Erlina.

Menurut Erlina, faktor utama pemicu kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagian besar dipengaruhi oleh relasi kuasa, yakni situasi di mana pelaku memiliki dominasi terhadap korban.

Fenomena ini marak terjadi di lingkungan pendidikan, rumah tangga, bahkan tempat kerja.

“Relasi kuasa membuat korban berada dalam posisi rentan. Banyak pelaku merasa punya hak atas tubuh atau keputusan korban karena posisi mereka yang lebih tinggi, baik secara usia, jabatan, maupun peran sosial,” jelasnya.

Baca juga: Progres Kasus Kekerasan Seksual Guru Besar Farmasi UGM: Pemeriksaan Internal Dimulai Mei

Selain itu, DP3AP2 DIY juga menelusuri latar belakang pelaku dan menemukan bahwa kekerasan kerap bersumber dari pengasuhan yang tidak sehat di masa kecil.

“Banyak pelaku yang dulunya juga korban. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang membenarkan kekerasan, sehingga perilaku itu dianggap normal,” kata Erlina.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, DP3AP2 DIY terus memperkuat sistem pencegahan dan penanganan kekerasan dengan mengaktifkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di lembaga pendidikan.

Saat ini, lebih dari 90 persen perguruan tinggi di DIY telah memiliki satgas PPKS yang aktif, meski beberapa kampus swasta kecil masih belum membentuk tim serupa.

“Satgas ini jadi garda depan penanganan kekerasan di lingkungan kampus. Petugasnya telah kami latih, terutama dalam memahami kondisi psikologis korban. Banyak korban butuh waktu untuk bercerita, jadi kami dampingi terus sampai mereka siap,” ujar Erlina.

Ia juga menekankan pentingnya pelaporan sebagai langkah awal penyembuhan. Korban disarankan melapor kepada orang terdekat atau layanan pengaduan resmi yang telah disediakan oleh DP3AP2 DIY.

Setelah laporan masuk, korban akan mendapatkan pendampingan menyeluruh—mulai dari dukungan psikologis, pendampingan hukum, hingga akses ke rumah aman jika dibutuhkan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved