Sudah Ada Dua Embung di Satu Desa dan Imogiri Bantul Masih Banjir, Bupati Halim Bilang Begini

Bupati Bantul minta semua pihak untuk melihat peristiwa banjir yang melanda Imogiri Bantul pada akhir Maret 2025 lalu itu dilihat dari berbagai sisi

Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA / Almurfi Syofyan
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih (kiri) saat berbincang dengan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat mengunjungi Embung Imogiri 2 di Wukirsari, Imogiri, Bantul, Minggu (20/4/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengatakan jika persoalan banjir yang melanda sejumlah desa di wilayah Kapanewon Imogiri harus dilihat dari berbagai sisi.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, selaku pemangku kebijakan telah mengupayakan berdirinya dua embung di Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri untuk menampung air.

"Di Wukirsari ini kita bangun dua embung, nggak main-main. Embung Imogiri 2 (di Dusun Nogosari) dan yang di (Dusun) Giriloyo Embung Imogiri 1," ujarnya ditemui seusai mendampingi kunjungan Menteri Lingkungan Hidup di Embung Imogiri 2, Minggu (20/4/2025).

"Dua-duanya itu dilalui oleh Kali Celeng, ternyata upaya ini pun masih belum cukup untuk menghambat terjadinya banjir, nyatanya kemarin terjadi banjir juga," sambungnya.

Untuk itu, Bupati minta semua pihak untuk melihat peristiwa banjir yang melanda Imogiri Bantul pada akhir Maret 2025 lalu itu dilihat dari berbagai sisi.

"Peristiwa banjir ini harus dilihat dari berbagai sisi diantaranya perubahan lanskap yaitu terjadinya alih fungsi tutupan vegetasi," katanya.

Menurutnya, perubahan tutupan vegetasi menjadi satu dari beberapa faktor penyebab banjir. Hal ini sama dengan banjir yang sering melanda Jakarta dan sekitarnya.

"Dan itu terbukti mengakibatkan terjadinya banjir seperti Jakarta karena perubahan lanskap di kawasan Puncak (Bogor) demikian juga yang terjadi di Bantul," jelasnya.

Baca juga: Kunjungi Embung Imogiri 2 Bantul, Menteri LH Hanif Faisol Singgung Perubahan Lanskap Penyebab Banjir

Dia menerangkan, Kabupaten Bantul menjadi hilir dari seluruh perairan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), maka dari itu, persoalan banjir di Bantul juga harus dilihat dalam kawasan yang lebih luas yaitu regional DIY.

"Artinya, bagaimana perubahan lanskap di Sleman, bagaimana yang terjadi di Kota (Yogya). Itu tak bisa dipisahkan dari peristiwa banjir yang terjadi di Bantul," tegasnya.

"Mengapa? karena Bantul memang menjadi hilirnya seluruh perairan di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga secara khusus Pak Menteri tadi akan menurunkan pengawas lingkungan," urainya.

Dia menyebut, pengawas dari Kementerian Lingkungan Hidup bakal melakukan evaluasi terkait perubahan lanskap di Bantul dan DIY.

"Akan mengevaluasi ulang perubahan lanskap di Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk di Kabupaten Bantul. Terutama perubahan lanskap karena pertambangan dan perumahan," jelasnya.

"Ini semata-mata untuk mengendalikan lingkungan dalam jangka panjang. Sekali lagi kita berpikir jangka panjangnya," tambah dia.

Mantan Anggota DPRD DIY 2 periode itu mencontohkan, dengan wilayah tutupan hutan di area hulu yang masih luas wilayah Bantul masih sering kebanjiran.

Apalagi bila perubahan lanskap semakin ekstrim tentu banjir di masa depan makin parah.

"Artinya tutupan vegetasi yang hari ini masih cukup lumayan saja itu masih terjadi banjir yang lumayan besar, apalagi kalau perubahan lanskap itu terus menerus terjadi, kita bisa bayangkan banjir di masa depan itu seperti apa," urainya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved