Ekonomi Tak Pasti
Pengusaha di DIY Rasakan Penurunan Daya Beli Masyarakat Sejak Pertengahan 2024
Selain daya beli masyarakat turun, terbitnya Instruksi Presiden No 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja memperparah industri ini.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketua Komtap Organisasi dan Keanggotaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Y Sri Susilo menyebut penurunan daya beli masyarakat sudah dirasakan pengusaha dan industri sejak pertengahan tahun 2024 lalu.
Penurunan daya beli masyarakat ini berdampak pada penurunan omzet.
“Ya sebenarnya keluhan (dari pengusaha) sudah sejak pertengahan tahun lalu. Sejak ada indikasi kelas menengah turun. Ini dampaknya pada omzet penjualan (turun). Kalau bicara daya beli masyarakat, untuk ritel ini terasa betul. Mulai tahun lalu omzet cenderung turun, ritel pangan, sandang, jasa. Sampai akhir tahun lalu (penurunan daya beli masyarakat), diperkuat lagi sampai menjelang dan setelahnya Idulfitri," katanya, Kamis (10/04/2025).
Ia menerangkan kondisi perusahaan satu dengan yang lainnya berbeda. Ia menyebut tahun ini menjadi pukulan berat bagi industri perhotelan.
Selain daya beli masyarakat turun, terbitnya Instruksi Presiden No 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 memperparah industri ini.
Kebijakan efisiensi tersebut membuat kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) pemerintah berkurang. Dengan begitu omzet hotel dan industri MICE di DIY juga menurun.
“Data PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) turun sekitar 50 persen. Dan kalau ini tidak ada perubahan, turunnya bisa drastis. Karena pangsa pasar MICE dari pemerintah itu 60 persen,” terangnya.
Turunnya penyelenggaraan MICE di DIY praktis menimbulkan efek domino bagi industri ikutannya, seperti transportasi, oleh-oleh, katering, dan lainnya.
Susilo menyebut libur Lebaran tahun ini juga tak sebaik tahun lalu. Industri perhotelan mengeluhkan turunnya okupansi hotel pada libur Lebaran tahun ini.
“Temen-temen oleh-oleh juga sama. Kemarin saya bertemu dengan sekitar 10 pusat oleh-oleh, ada yang turun 20 persen, 30 persen, 40 persen, dibandingkan Lebaran tahun lalu. Tahun ini yang ramai hanya H+3 dan H+4, abis itu sepi. Tahun lalu H+6 masih penuh (ramai),” lanjutnya.
Meski pada pada momen lebaran ini masih banyak pemudik, hampir semua sektor mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Tak terkecuali sektor transportasi.
Menurut dia, pemerintah harus memberikan insentif yang dapat mendukung industri dalam negeri. Insentif tersebut dapat berupa restrukturisasi kredit seperti saat pandemi COVID-19 lalu. Insentif lainnya yang dibutuhkan pengusaha adalah perpajakan.
“Karena nampaknya untuk mengubah kebijakan efisiensi ini tidak mungkin. Ya syukur-syukur tahun depan bisa diubah. Efisiensi boleh, tapi ya nggak banget-banget, karena berdampak pada aktivitas ekonomi, termasuk pengusaha,” ujarnya.
Jika pemerintah tidak memberikan kemudahan berusaha kepada pengusaha, ia khawatir pengusaha di DIY tidak mampu bertahan. Hal itu karena kemampuan perusahaan dalam menghadapi krisis berbeda-beda.
daya beli masyarakat
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Pengusaha
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Tribunjogja.com
Ekonomi Tak Pasti
Ekonom UGM Beberkan Alasan Kondisi Ekonomi Nasional Melambat: Masalah Kompleks yang Belum Selesai |
![]() |
---|
Respons DPRD Bantul Tanggapi Kondisi Kunjungan Wisata dan Turunnya Daya Beli Masyarakat |
![]() |
---|
Keresahan dan Strategi Pengusaha Muda Jogja Hadapi Ekonomi Tak Pasti |
![]() |
---|
Daya Beli Masyarakat Menurun, Pedagang Angkringan di Jogja Keluhkan Omzet Anjlok 50 Persen |
![]() |
---|
Pekerja di Jogja Kencangkan Ikat Pinggang, Pilih Kurangi Jajan demi Penghematan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.