Ratusan Akademisi Tuntut Penanganan Hukum yang Tuntas dari Rentetan Teror ke Jurnalis

Ia menilai kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Majalah Tempo adalah ancaman nyata terhadap kebebasan pers.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Freepik
PETISI: Ilustrasi hukum. Ratusan akademisi yang tergabung dalam forum Akademisi Komunikasi untuk Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers (AKBP ) menyampaikan petisi publik terkait berbagai insiden teror terhadap jurnalis, secara daring, Rabu (26/3/2025). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM - Kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia dinilai semakin terancam. Hal ini terlihat dari rentetan teror yang terjadi pada sejumlah jurnalis Indonesia.

Salah satu yang mendapat sorotan adalah aksi teror terhadap redaksi Tempo yang dikirimi paket berisi kepala babi tanpa telinga pada 19 Maret 2025 dan bangkai tikus pada 22 Maret 2025.

Paket berisi kepala babi itu dikirim oleh kurir untuk Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik Tempo dan host Bocor Alus Politik. Teror masih berlanjut, Tempo mendapat kiriman bangkai enam ekor tikus yang dipenggal, Sabtu 22 Maret 2025, pukul 08.00 WIB.

Diketahui, Majalah Tempo dikenal sebagai media yang secara konsisten mengkritik rezim politik Jokowi hingga Prabowo.

Para akademisi juga menyoroti, peristiwa itu mengingatkan teror terhadap koran Suara Indonesia di Malang, Jawa Timur, yang terjadi pada Rabu, 16 November 1984 pukul 03.00 dini hari.

Kantor redaksi media ini dikirimi paket misterius berisi potongan kepala manusia. Pada waktu itu, koran Suara Indonesia dikenal kritis terhadap gelombang aksi penembakan di berbagai kota oleh instansi militer (ABRI) terhadap orang yang dituding sebagai preman atau gali pada masa rezim Orde Baru yang dikenal dengan akronim petrus (penembak misterius) pada kurun 1982-1985.

Guru Besar Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si, menegaskan bahwa kondisi kebebasan pers dan berekspresi saat ini tidak baik-baik saja.

Ia menilai kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Majalah Tempo adalah ancaman nyata terhadap kebebasan pers.

Dia menilai, insiden ini bisa terjadi pada media massa lain dan menjadi gejala besar dalam upaya pendisiplinan terhadap mereka yang memproduksi pengetahuan.

“Ada upaya untuk membangun kekuatan yang melawan pengetahuan atau antisains dan ini akan berdampak pada kebebasan akademik di Indonesia,” kata dia dalam penyampaian petisi publik oleh Akademisi Komunikasi untuk Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers atau yang biasa disingkat AKBP secara daring, Rabu (26/3/2025).

Maka, ratusan akademisi yang tergabung dalam forum AKBP itu turut menyampaikan petisi publik terkait berbagai insiden teror terhadap jurnalis.

Setidaknya, ada lebih dari 150 akademisi yang menandatangani petisi itu. Mereka berasal dari sejumlah perguruan tinggi, antara lain Universitas Islam Indonesia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia. 

Dr. Senja Yustitia dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyatakan beberapa tuntutan dari AKBP.

Pertama, penanganan Hukum yang menyeluruh. Para akademisi menuntut penanganan hukum yang menyeluruh terhadap kasus teror dan intimidasi yang menimpa Majalah Tempo dan jurnalisnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved