Tuntutan Kampus-kampus di Jogja: Tolak RUU TNI, Jangan Biarkan Dwifungsi Muncul Lagi
Sejumlah kampus di DI Yogyakarta menolak revisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Bunga Kartikasari
Ia juga menyoroti isi draf revisi yang berpotensi melemahkan independensi peradilan dan memperkuat kekebalan hukum anggota TNI.
“Revisi ini bukan hanya kemunduran dalam demokrasi, tetapi juga merusak tatanan reformasi TNI. Menarik kembali TNI ke dalam jabatan sosial, politik, dan ekonomi justru semakin menjauhkan mereka dari profesionalisme yang diharapkan. Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis,” pungkasnya.
Jika diterapkan, Munjid memperingatkan bahwa kebijakan ini akan membawa bangsa kembali ke keterpurukan otoritarianisme ala Orde Baru.
Jaga Kewarasan dengan Tolak RUU TNI

Tiga pusat studi di lingkungan UII menyampaikan pernyataan sikap menolak pengesahan RUU TNI itu.
UII mengajak kampus-kampus lain untuk menjaga kewarasan dalam mengkritisi RUU TNI yang memungkinkan militer bisa kembali menduduki jabatan sipil.
Pernyataan sikap itu disampaikan pada Rabu (19/3/2025) di Kampus UII, oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM), Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) dan Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum (PSHK FH) UII Yogyakarta.
Dalam orasinya, Rektor UII, Fathul Wahid, menyebut jika RUU TNI benar-benar disahkan oleh DPR maka akan ada banyak hal-hal yang harus disesali.
Ini menurutnya seperti memutar sejarah yang terjadi sebelum Reformasi 1998.
“Akan kembali terulang mulai terancamnya demokrasi, lemahnya supremasi sipil, dan munculnya potensi pelanggaran HAM serta represi yang dilakukan oleh militer. Sehingga, masyarakat sipil akan ketakutan menyampaikan aspirasi, menjadi enggan mengambil risiko ketika terjadi penyelewengan,” katanya.
Fathul mengatakan, kampus sebagai rumah intelektual perlu bersuara lantang dan jernih tanpa takut mengambil risiko terus mengkritisi pengesahan RUU TNI.
Adanya keterlibatan kampus dalam penolakan RUU TNI itu, kata dia, bisa memberi harapan dan semangat kepada elemen sipil bangsa yang lain untuk bersikap sama.
“Di sinilah berharap suara lantang yang keluar dari kampus mudah-mudahan disambut oleh kampus. Mudah-mudahan pula masih ada secercah harapan, ada ruang hati yang tersentuh sehingga pengesahan RUU TNI menjadi dibatalkan,” tegasnya.

Pakar Hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar, menilai bahwa RUU TNI adalah bentuk kepongahan negara dalam mengatur hukum.
Menurutnya, jika revisi UU TNI ini disahkan, negara bukan hanya menunjukkan arogansi, tetapi juga mengulangi kesalahan sejarah terkait dwifungsi ABRI yang dulu telah coba diredam melalui reformasi.
Dana Bantuan Parpol di Sleman Diusulkan Naik Hingga 140 Persen, Ini Tanggapan Akademisi UGM |
![]() |
---|
Klarifikasi Pihak Vidio dan IEG Kasus Siaran Liga Inggris di Klaten Berujung Lapor ke Polisi |
![]() |
---|
Status Mahasiswa Magister UGM Kampus Jakarta Jadi Aktor Intelektual Pembunuhan Kacab Bank |
![]() |
---|
Kota Terbuat dari Rindu, Faktanya Yogyakarta Justru Jadi Kota dan Provinsi Kesepian di Indonesia |
![]() |
---|
Viral Tunjangan Rumah 50 Juta, Nafa Urbach Kini Janjikan Gaji-Tunjangan untuk Guru di Dapilnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.