Pengesahan UU Perampasan Aset Dinilai Kunci Pulihkan Kepercayaan Pasar di Tengah Anjloknya IHSG

Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 7 persen yang memicu trading halt dinilai sebagai alarm serius terhadap krisis kepercayaan pasar

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Ilustrasi: Pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia. Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 7 persen yang memicu trading halt dinilai sebagai alarm serius terhadap krisis kepercayaan pasar. 

TRIBUNJOGJA.COM - Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 7 persen yang memicu trading halt dinilai sebagai alarm serius terhadap krisis kepercayaan pasar.

Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai salah satu langkah konkret yang bisa segera diambil pemerintah untuk memulihkan kepercayaan adalah mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset.

Menurut Hardjuno, pelemahan IHSG tidak hanya disebabkan oleh kebijakan fiskal agresif, tetapi juga karena kian rapuhnya tata kelola pemerintahan dan ketidakpastian hukum.

“Pasar membutuhkan bukti nyata bahwa negara ini dikelola dengan baik. UU Perampasan Aset bisa menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius melawan korupsi dan memperkuat manajemen teknokratis,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/3/2025).

Program-program besar seperti Makan Bergizi (MBG) dan Danantara yang menyerap anggaran besar disebutnya belum didukung oleh kepemimpinan berbasis kompetensi.

Baca juga: Pemkot Yogya Raih Penghargaan Pencegahan Korupsi Terbaik Ketiga di DIY dari KPK

Hal ini, menurutnya, memperburuk persepsi pasar, terlebih dengan mencuatnya dugaan korupsi di Pertamina yang menambah kekhawatiran terhadap akuntabilitas pengelolaan negara.

“Selama pejabat strategis dipilih karena kepentingan politik, bukan berdasarkan kapasitas teknokratis, maka kebijakan yang dihasilkan cenderung tidak efektif. Ini menciptakan ketidakpastian yang sangat berisiko bagi pasar,” jelas kandidat doktor Universitas Airlangga itu.

Hardjuno menambahkan, tanpa perangkat hukum yang kuat seperti UU Perampasan Aset, penegakan hukum terhadap kasus korupsi masih lemah.

Ia menilai selama ini proses penyitaan aset hasil korupsi berjalan lambat dan tak jarang membuat pelaku tetap bisa menikmati hasil kejahatannya meski telah dihukum.

“UU ini bukan sekadar soal hukum. Ini tentang memberikan ruang fiskal baru tanpa terus bergantung pada utang atau memangkas anggaran sektor strategis,” tegasnya.

Ia juga memperingatkan bahwa krisis kepercayaan ini tidak bisa diatasi hanya dengan janji politik atau penyesuaian kebijakan fiskal jangka pendek.

Jika tidak ada reformasi tata kelola yang nyata, Hardjuno khawatir gejolak pasar akan berdampak lebih luas pada investasi jangka panjang dan stabilitas rupiah.

"Langkah konkret sangat dibutuhkan sekarang, bukan sekadar wacana. Mengesahkan UU Perampasan Aset bisa menjadi langkah awal memperbaiki kredibilitas pemerintah di mata pasar dan masyarakat," pungkasnya.

Sementara itu Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menyoroti peran sejumlah pengusaha besar dalam penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (18/3/2025).

Pengusaha yang dimaksud adalah mereka yang bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta pada 6 Maret 2025.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved