Human Interest Story
Kisah Sumini, Single Parent di Bantul Rawat Dua Anak yang Terkena Hidrosefalus
Bertahun-tahun, Sumini telah merawat dua anaknya yang mengalami Hydrocephalus atau hidrosefalus.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Seorang ibu bernama Sumini (45), warga Rejosari, Kalurahan Terong, Kapanewon (kecamatan) Dlingo, Kabupaten Bantul, hanya bisa bersabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan.
Bertahun-tahun, ia telah merawat dua anaknya yang mengalami Hydrocephalus atau hidrosefalus.
Kondisi kepala dua anak tersebut makin membesar dikarenakan adanya penumpukan cairan di otak, namun tubuhnya kurus dan menyusut.
"Iya kondisi itu dialami oleh anak saya yang nomor tiga, Ahmad Yuandi Nurrova (16) dan empat, Riza Gionino (13)," katanya kepada awak media, di rumahnya yang berada di Rejosari, Kamis (2/1/2025).
Penyakit hidrosefalus diderita saat usia anak-anak tersebut saat masih dalam kategori bayi.
Disampaikannya, Ahmad mengalami hidrosefalus saat berusia 30 hari setelah kelahiran, sedangkan Riza mengalami hidrosefalus saat berusia 19 hari setelah kelahiran.
"Kalau Ahmad, saat itu kepalanya sudah terlihat membesar. Sedangkan Riza belum terlihat, tapi karena kakaknya kondisinya seperti itu jadi langsung dibawa ke rumah sakit saat umur 14 hari. Dan saat umur 19 hari baru ketahuan kalau terkena penyakit yang sama," papar dia.
Sumini menyampaikan, sehari-hari untuk makan dan minum dua anak tersebut perlu disuapin.
Sebab, kondisi fisik yang terbatas membuat Ahmad dan Riza tidak bisa melakukan aktifitas layaknya anak-anak normal pada umumnya.
"Sekarang juga sudah tidak terapi. Karena, keterbatasan biaya, saya tidak punya pendamping, jadi sudah lama tidak terapi dan di sini belum ada," ucap Sumini.
Baca juga: Kisah Dimas Landung Dwi Prakoso, Penjual Dawet di Bantul yang Punya IPK 3,84
Selain itu, ia menyampaikan bahwa biasanya layanan terapi hidrosefalus tidak bisa diakses menggunakan BPJS Kesehatan.
Di sisi lain, Sumini sendiri mengaku memiliki keterbatasan soal biaya.
Atas dasar tersebut, Sumini memilih untuk tidak melanjutkan terapi hidrosefalus pada dua anaknya.
"Ya, harapannya anak-anak saya bisa sehat, untuk kehidupan saya juga bisa lebih baik," tutur dia.
Adapun untuk pemenuhan hidup sehari-hari, Sumini hanya bisa mengandalkan anak-anaknya.
Pasalnya, sejak 2016, Sumini sudah berstatus janda atau single parent, dikarenakan sang suami meninggal dunia.
"Anak saya ada lima. Yang nomor satu dan dua sudah bekerja. Anak pertama saya usia 28 tahun, sudah kerja di tempat ekspedisi. Anak kedua usianya 21 tahun sudah buka bengkel. Anak ketiga itu Ahmad dan keempat itu Riza. Lalu, kalau anak saya yang terakhir masih sekolah dan masih usia 10 tahun," ucapnya.
Sumini menyampaikan, bahwa dulu sempat bekerja sebagai tukang jahit.
Akan tetapi, dikarenakan kondisi Ahmad dan Riza yang tidak kunjung membaik, akhirnya Sumini memutuskan untuk merawat dua anaknya.
"Sehari-hari, saya yang ngurus Ahmad dan Riza. Tapi, kalau saya ada perlu apa-apa biasanya, ada mbah mereka yang bantu-bantu," beber Sumini.
Kendati demikian, Sumini menyampaikan bahwa terkadang dua anaknya yang mengalami hidrosefalus melakukan fisioterapi di Puskesmas Dlingo 1, dari yang seharusnya melakukan fisioterapi di Dlingo 2.
Itu terjadi karena Puskesmas Dlingo 2 tidak memiliki petugas fisioterapi, sehingga layanan tersebut dilakukan di Puskesmas Dlingo 1.
"Jadi, kadang mobil Puskesmas itu ke sini, bawa anak saya untuk ikut terapi. Karena, kalau bopong (gendong) sendiri, susah," ucap dia.
Dalam kesempatan itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga RI, Wihaji, turut merasa prihatin dengan keadaan Sumini.
Ia pun menyampaikan bahwa kondisi seperti itu tidak bisa dikerjakan secara sendirian.
"Ini menjadi bagian yang tentu negara harus hadir. Ini tidak bisa dikerjakan sedirian. Maka, ada Namanya pentahelix atau kerja sama semua belah pihak, termasuk pemerintah pusat melalui kementerian, Pemerintah Kabupaten melalui Pak Bupati, Dinas Kesehatan, dan sebagainya," ucapnya.
Selain itu, Wihaji juga tengah memikirkan langkah ke depan untuk bisa memberikan keadilan dan kesejahteraan yang layak untuk warga negara. Utamanya bagi mereka yang berkebutuhan khusus.
"Tentu harapannya, ada generasi kita yang lain yang mesti kita perhatikan juga sebagai penerusnya. Poin pentingnya itu, karena kita di (Kementerian) Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, semua urusan dari calon pengantin sampai lansia harus diurus. Termasuk kebutuhan asupan gizi, maupun pendidikan keluarga di awal," ujar dia.
Wihaji menjelaskan, sebenarnya, kondisi hidrosefalus dapat menyerang pada tubuh manusia, salah satunya dikarenakan toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, bukan virus.
Sekadar informasi, toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia.
Bisa jadi, itu berasal dari kotoran kucing dan sebagainya.
"Jadi, kalau menurut saya, apa yang menjadi sebab harus menjadi perhatian dan edukasi buat masyarakat Indonesia agar dapat berhati-hati, sehingga ini tidak terjadi lagi dan menjadi catatan," urainya.
Rencananya, penyakit yang dialami oleh dua putra Sumini akan ditindaklanjuti sesuai dengan kemungkinan yang bisa dikerjakan.
Di mana, terdapat kemungkinan untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
"Jangka pendek adalah memastikan beliau mendapatkan beberapa support yang dibutuhkan. Termasuk makanan harian, asupan gizi, dan lain sebagainya," ujar dia.
Sementara itu, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyampaikan, bahwa untuk jaminan-jaminan sosial berupa BPJS, BPNT, PKH, hingga BLT, sudah diterima oleh Sumini.
"Yang penting ibu Sumini dan keluarga itu, kebutuhan dasarnya terpenuhi. Maka, ke depan akan kami tingkatkan. Tidak hanya kebutuhan dasar saja. Kehadiran pak Menteri, kami semua di sini ini untuk merencanakan apa saja yang sekiranya pemerintah ini bisa memberikan lebih baik dari yang sudah-sudah," ucapnya.
Selain itu, pihaknya juga akan memberikan fasilitas berupa pengadaan tenaga fisioterapi di Puskesmas Dlingo 2. Hal itu dilakukan mengingat tidak adanya tenaga fisioterapi di Puksesmas tersebut, sedangkan peminatnya ada.
"Maka Dinas Kesehatan Bantul harus mengadakan. Mungkin nanti melalui rekuitmen baru tenaga fisioterapi yang ditepatkan di Puskesmas Dlingo 2. Karena, ini bagian dari layanan dasar yang dimiliki oleh Puskesmas," tandas Halim.(*)
Kisah Zaira Bertels, Bangun Usaha Pemanfaatan Limbah di Sleman Jadi Produk Interior Berskala Ekspor |
![]() |
---|
Cerita Siswi Sekolah Rakyat di Bantul, Sempat Susah Tidur dan Kangen Rumah |
![]() |
---|
Cerita Faishal Ahmad Kurniawan, Putra Bantul yang Lolos Jadi Anggota Paskibraka Nasional 2025 |
![]() |
---|
KISAH Mbah Sutarji, Pejuang Penambal Jalan Berlubang yang Ikhlas Tanpa Minta Imbalan |
![]() |
---|
Kisah Putri Khasanah, Anak Pedagang Asongan di Bantul yang Bisa Kuliah Gratis di UGM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.