Buruh Yogyakarta Tolak UMK dan UMSK 2025, Sebut Masih Terlalu Rendah

Irsad Ade Irawan, menolak keputusan pemerintah terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan UMSK untuk tahun 2025. 

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengumumkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025, Rabu (18/12/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Irsad Ade Irawan, menolak keputusan pemerintah terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) untuk tahun 2025. 

Menurut Irsad, meski ada kenaikan 6,5 persen, besaran upah yang ditetapkan masih tergolong rendah dan belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak buruh di DIY.

Pemerintah DIY melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 483/KEP/2024 dan Nomor 484/KEP/2024 yang diterbitkan pada Rabu, 18 Desember 2024, menetapkan kenaikan UMK dan UMSK di DIY sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. 

Kenaikan ini mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi sektor riil.

Meskipun demikian, Irsad menilai upah yang ditetapkan masih jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan dasar buruh.

Ia menjelaskan, biaya kebutuhan hidup layak (KHL) yang lebih tinggi dibandingkan dengan besaran UMK membuat para buruh kesulitan untuk memenuhi hak-hak dasar mereka, seperti perumahan dan pendidikan tinggi.

"Upah yang rendah menghambat pekerja dan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan dasar, terutama dalam hal hak perumahan dan pendidikan. Biaya yang cukup untuk membeli rumah, misalnya, hampir mustahil dicapai dengan upah yang rendah, sementara harga tanah dan rumah terus melambung," ungkap Irsad.

Irsad juga menegaskan bahwa upah layak merupakan hak asasi setiap pekerja. Menurut hasil survei KHL MBPI DIY, untuk hidup layak, seorang pekerja di DIY membutuhkan upah antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per bulan. 

Upah yang lebih rendah dari itu, lanjutnya, dapat menurunkan kualitas hidup pekerja dan menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi yang lebih besar.

Baca juga: SPSI Bantul Terima Kenaikan UMK 2025 Sebesar Rp 144.070

"Upah layak adalah hak asasi pekerja. Setiap buruh berhak atas upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, pakaian, pendidikan, dan perumahan," tambah Irsad.

Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono, menjelaskan bahwa kenaikan UMK 6,5 persen yang ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. 

Berdasarkan keputusan tersebut, Kota Yogyakarta menjadi daerah dengan UMK tertinggi di DIY, yakni Rp2.655.041,81.

Sementara itu, Kabupaten Sleman menempati urutan kedua dengan UMK sebesar Rp2.466.514,86, diikuti oleh Kabupaten Bantul Rp2.360.533,00, Kabupaten Kulon Progo Rp2.351.239,85, dan Kabupaten Gunungkidul Rp2.330.263,67.

Selain UMK, pemerintah juga menetapkan UMSK untuk sektor-sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja lebih tinggi.

Sebagai contoh, UMSK untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan di Kota Yogyakarta, khususnya untuk subsektor hotel dan restoran berskala besar, mencapai Rp2.684.957,77.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved