Dulu Lari di Halaman, Sekarang di Layar: Yuk, Kembalikan Ruang Bermain Anak
Berbicara tentang anak-anak, bermain bukanlah sekadar aktivitas, tetapi hak dasar yang sangat penting untuk tumbuh kembang mereka
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Berbicara tentang anak-anak, bermain bukanlah sekadar aktivitas, tetapi hak dasar yang sangat penting untuk tumbuh kembang mereka.
Di balik tawa ceria dan langkah-langkah kecil mereka di taman bermain, tersimpan proses belajar yang melibatkan kreativitas, fisik, dan emosi.
Namun, sudahkah kita sebagai orang dewasa memenuhi hak tersebut?
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk DIY, Erlina Hidayati Sumardi, menegaskan bahwa ada dua tanggung jawab besar yang harus dipenuhi yakni pemenuhan hak anak dan perlindungan dari kekerasan.
“Anak memiliki hak untuk tumbuh dengan baik, berpartisipasi dalam pembangunan, dan hidup bebas dari kekerasan,” ujar Erlina.
Kekerasan terhadap anak, meskipun terlihat ringan seperti ejekan atau panggilan julukan, dapat meninggalkan luka yang mendalam.
Bukan hanya soal fisik, tetapi juga psikis.
Anak yang merasa dihina bisa kehilangan rasa percaya diri, menarik diri dari lingkungan, sehingga memengaruhi masa depannya.
Bahkan, bullying yang tidak terkendali dapat berujung pada kasus tragis seperti depresi atau bunuh diri.
Selain perlindungan dari kekerasan, anak-anak juga membutuhkan ruang untuk bermain.
Namun sayangnya, ruang bermain kini semakin terpinggirkan oleh kebutuhan ekonomi dan pembangunan.
Dulu, halaman belakang rumah atau tanah kosong di kampung menjadi tempat anak-anak berlari, memanjat, dan bermain tanpa batas.
Kini, ruang tersebut kerap berubah menjadi perumahan, pabrik, atau tempat usaha.
Ketua Komisi D DPRD DIY, H. Koeswanto, S.I.P., juga menyampaikan keprihatinannya.
“Ruang-ruang bermain anak semakin hilang. Padahal, pemenuhan hak ini sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang mereka,” ungkapnya.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dana Keistimewaan (DAIS) berupaya menghadirkan kembali ruang bermain ramah anak.
Dengan perencanaan yang matang, setiap desa atau kelurahan diharapkan dapat memiliki ruang bermain yang mendukung perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.
Baca juga: Ketua PP PMKRI Soroti Literasi Digital dan Kesetaraan Gender saat Cipayung Plus Bertemu Menkomdigi
Kenapa Bermain Itu Penting?
Bermain bukan hanya soal bersenang-senang.
Menurut Erlina, bermain membantu anak-anak untuk melatih motorik dan fisik.
Aktivitas fisik memengaruhi kesehatan tubuh, merangsang hormon endorfin yang membuat mereka lebih bahagia.
Selain itu, bermain juga dapat mengembangkan kreativitas, membantu anak menciptakan imajinasi dan memecahkan masalah.
"Bermain juga menjadi sarana anak belajar bersosialisasi. Anak-anak belajar bekerja sama, berempati, dan mengelola emosi saat bermain bersama teman," ujar Erlina.
Namun, meskipun bermain adalah hak anak, pengawasan tetap diperlukan.
Orang dewasa harus hadir untuk memberikan bimbingan, memastikan keamanan, dan menengahi jika terjadi konflik selama bermain.
Dijelaskannya, Pemerintah telah merumuskan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk ruang bermain ramah anak.
Beberapa kriteria utama yang harus dipenuhi adalah ruang bermain harus bebas dari benda berbahaya, memiliki pagar pelindung, dan material yang aman.
Selanjutnya, penggunaan bahan dan cat bebas dari zat kimia berbahaya dan dilengkapi dengan elemen edukatif seperti label tanaman yang mengajarkan anak mengenali alam.
Serta, dilengkapi fasilitas pendukung termasuk tempat ibadah, perpustakaan kecil, dan akses yang ramah untuk semua anak.
Ruang bermain ramah anak juga harus menyesuaikan kebutuhan remaja.
Mereka tidak hanya membutuhkan tempat bermain, tetapi juga ruang untuk berekspresi dan berinteraksi.
Misalnya, fasilitas olahraga ringan, permainan berbasis gadget yang melibatkan gerakan, atau aktivitas seni.
“Anak remaja usia SMP dan SMA membutuhkan permainan yang relevan dengan usia mereka. Misalnya, permainan berbasis teknologi seperti games yang menggabungkan tarian atau olahraga dengan gadget,” tambah Erlina.
Orangtua: Kunci Pemenuhan Hak Anak
Di era digital, tantangan terbesar adalah mengurangi ketergantungan anak pada gawai.
Meski gadget dapat menjadi alat bermain yang edukatif, aktivitas fisik tidak boleh dikesampingkan.
Orang tua perlu mendorong anak untuk keluar rumah, bermain di lingkungan sosial, dan menikmati aktivitas fisik.
Sayangnya, beberapa orang tua masih menganggap bermain di luar rumah tidak aman.
Anak-anak dilarang keluar rumah dan akhirnya hanya bermain di dunia maya. Hal ini bisa berdampak buruk pada perkembangan sosial mereka.
“Kadang saya bertanya, apakah kita benar-benar menyayangi anak-anak kita jika tidak memberikan mereka ruang untuk berkembang secara optimal?”
Ruang bermain ramah anak adalah tanggung jawab bersama.
Pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta harus berkolaborasi untuk menghadirkan kembali tempat-tempat yang aman, edukatif, dan mendukung perkembangan anak.
Bermain adalah hak dasar anak. Dengan ruang bermain yang memadai, anak-anak akan tumbuh menjadi individu yang kuat, kreatif, dan siap menghadapi masa depan. Jadi, yuk kita maen lagi!. (HAN)
Sempat Naik di Awal Tahun, Angka Stunting Kota Yogya Ditarget Turun Hingga di Bawah 12 Persen |
![]() |
---|
KPAI Nilai Upaya Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak oleh Pemkab Kulon Progo Sudah Berjalan Optimal |
![]() |
---|
Temu Hati Anak 2024, Wujud Komitmen Pemkab Sleman Lindungi Hak Anak |
![]() |
---|
Hari Anak Sedunia2023 : Sejarah, Tema, dan Hak-Hak Anak yang Wajib Terpenuhi |
![]() |
---|
Pemkot Yogyakarta Gulirkan 'Sila Eling', Wadah Konsultasi Daring untuk Anak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.