Kronologi Lengkap Guru Honorer di Konsel Ditahan Karena Dituduh Memukul Anak Polisi

Seorang guru honorer di Konawe Selatan berinisial SU ditahan oleh jaksa penuntut umum (JPU) usai dituduh melakukan penganiayaan terhadap seorang siswa

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Dokumentasi TribunnewsSultra
Isak tangis guru Supriyani tak terbendung saat dipaksa harus mengakui perbuatannya memukuli anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Hal ini disampaikan Supriyani saat ditemui di Kantor LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra, Selasa (22/10/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, KONAWE SELATAN - Seorang guru honorer di Konawe Selatan berinisial SU ditahan oleh jaksa penuntut umum (JPU) usai dituduh melakukan penganiayaan terhadap seorang siswa.

Korban diketahui merupakan anak seorang anggota polisi di Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sultra berpangkat Aipda berinisial WH.

Guru honorer yang sudah 16 tahun mengabdi itu ditahan oleh JPU sejak Rabu (16/10/2024)

Kasus yang menimpa SU pun mendapatkan perhatian dari banyak pihak, termasuk kalangan anggota DPRD dan PGRI.

Setelah melalui berbagai upaya, penahanan SU akhirnya ditangguhkan.

SU keluar dari Lapas Perempuan Kelas III Kendari pada Selasa (22/10/2024) kemarin.

Kasus yang menimpa SU ini bermula saat ibu korban berinisial N melihat luka di paha bagian belakang korban pada 25 April 2024 lalu.

Sang ibu pun langsung menanyai anaknya terkait dengan luka tersebut.

Saat itu korban menjawab kalau luka di kakinya akibat terjatuh dengan Aipda WH di sawah.

Kemudian, keesokan harinya, N menanyakan kepada Aipda WH terkait luka di tubuh anaknya ketika akan dimandikan.

Lantas, Aipda WH pun kaget dan langsung bertanya ke korban terkait luka yang dimaksud N.

Selanjutnya, terduga korban mengaku telah dipukul SU di sekolah pada 24 April 2024.

Aipda WH dan N pun lantas mengonfirmasi kepada saksi yang disebut anaknya melihat kejadian dugaan penganiayaan oleh SU.

Ada dua saksi yang ditanya oleh Aipda WH dan N yaitu berinisial I dan A dimana mereka mengaku melihat korban dipukul oleh SU menggunakan gagang sapu ijuk di dalam kelas.

Tak berpikir lama, Aipda WH dan N langsung melaporkan dugaan penganiayaan ini ke Polsek Baito.

Selanjutnya, SU pun langsung dipanggil ke Polsek Baito untuk dikonfirmasi terkait dugaan penganiayaan kepada anak Aipda WH.

Saat dikonfirmasi, terduga pelaku pun tidak mengakuinya.

“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam seperti yang dikutip dari TribunSultra.

Baca juga: VIRAL Pemotor Masuk Ruas Tol Jogja-Solo di Polanharjo, Ini Langkah Satlantas Polres Klaten

Setelah laporan ayah korban diterima, pihak kepolisian kemudian langsung menindaklanjutinya.

Petugas berusaha untuk menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan.

Namun, upaya tersebut tidak kunjung menemukan titik temu karena terduga pelaku tidak mengakui perbuatannya.

Lantas, Febry mengungkapkan Kanit Reskrim Polsek Baito, Bripka Jefri memberikan masukan melalui kepala sekolah tempat terduga pelaku mengajar.

Adapun masukannya adalah agar SU mengakui perbuatannya yaitu telah melakukan pemukulan terhadap anak Aipda WH dan N, lalu meminta maaf.

Saran Bripka Jefri ini, kata Febry, langsung dilakukan oleh kepala sekolah dan mengajak SU dan suaminya untuk datang ke rumah keluarga korban untuk meminta maaf.

Namun, ternyata ibu korban belum bisa memaafkan.

Setelah itu, keluarga terduga pelaku bersama dengan Kepala Desa Wonua Raya juga sempat datang ke rumah keluarga korban untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya.

Pada pertemuan itu, disebutkan pihak korban sudah memaafkan dan tinggal menunggu kesepakatan damai.

Hanya saja, proses damai itu berujung gagal buntut keluarga korban mendengar kabar bahwa terduga pelaku tidak ikhlas saat minta maaf.

“Sehingga orang tua korban tersinggung dan bertekad melanjutkan perkara tersebut ke jalur hukum,” tulis keterangan polisi.

Karena tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, polisi pun melanjutkan penanganan kasus tersebut.

Pada 22 Mei 2024, penyidik menaikan status laporan dari keluarga korban ke penyidikan.

Kemudian, pada 3 Juli 2024, polisi melakukan gelar perkara dan menetapkan SU sebagai tersangka.

Singkat cerita, pada 29 September 2024, berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan dan SU berujung ditahan pada Rabu (16/10/2024).

Kasus yang menimpa SU itupun mendapatkan perhatian dari sejumlah pihak.

Bahkan Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala turun langsung untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut.

La Ode Tariala langsung menemui SU di Lapas Perempuan Kendari pada Senin (21/10/2024) lalu.

La Ode Tariala berjanji pihaknya bersama anggota legislatif yang lain akan menemui aparat penegak hukum untuk dilakukan penangguhan penahanan. 

"Kita sudah kroscek tadi, kemungkinan besok kami akan meminta kepada yang berwenang dalam hal ini Kejari Konsel untuk bisa ditangguhkan penahanannya," ungkap Tariala saat dikonfirmasi via telepon.

Dia menuturkan penangguhan penahanan dilakukan karena SU tengah persiapan mengikuti tes program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk rekrutmen PPPK.

"Jadi penangguhan ini supaya dia tidak terganggu mengikuti tes, mungkin proses hukumnya tetap berjalan," ujar Tariala.

"Selain itu penangguhan penahanan ini karena SU punya anak kecil," imbuhnya.

Tariala pun menilai ada yang janggal dalam proses hukum terhadap SU sehingga yang bersangkutan sampai ditahan.

"SU mengaku tidak pernah melakukan penganiayaan terhadap korban, kemudian korban juga bukan anak perwalian dari SU. Dia ini mengajar di Kelas 1 B sementara korban di Kelas 1 A," ungkap Tariala.

"Jadi seharusnya tidak ditahan karena dia tidak mengakui perbuatannya, hanya dari keterangan korban," lanjutnya.

Selain itu, menurut Tariala, proses hukum di polisi juga harus dikroscek karena sebelum dialihkan ke kejaksaan, bukti yang dipakai dari keterangan dua rekan korban yang masih di bawah umur.

"Kalau kita melihat saksi itu masih anak kecil kan mereka tidak bisa dijadikan saksi keterangannya karena di bawah umur," ungkap Tariala.

Meski begitu, dirinya meyakini aparat penegak hukum bisa adil dalam mengusut kasus ini.

Upaya penangguhan penahanan terhadap SU pun akhirnya membuahkan hasil.

Kasubsi Admisi dan Orientasi Lapas Perempuan Kelas III Kendari, Ni Putu Desy, mengatakan Supriyani keluar lapas dijemput suami, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) hingga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sultra.

“Tadi Supriyani dijemput sekitar pukul 13.00 Wita, karena berkas-berkasnya baru selesai,” ucapnya, Selasa, dikutip dari TribunnewsSultra.com.

Desy menambahkan kelanjutan kasus ini akan dilimpahkan ke Kejari karena masih ada kemungkinan kasus diselesaikan secara damai.

Sejumlah pertimbangan penangguhan penahanan Supriyani yakni masih memiliki anak balita serta masih bertugas sebagai guru.

Dalam surat yang dikeluargakan PN Andoolo, Supriyani harus memenuhi tiga syarat selama masa penangguhan.

Supriyani tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti dan sanggup hadir pada setiap persidangan.

Hingga kini, Supriyani masih membantah menganiaya siswanya. (*)

 

Sumber: Tribun sultra
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved