Dirjen Kebudayaan Fokus Penyederhanaan Birokrasi, Wujudkan Layanan Ringkas dan Responsif
Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi fokus untuk menyederhanakan birokrasi.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) fokus untuk menyederhanakan birokrasi.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid saat menjadi narasumber kuliah umum di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (19/9/2024) di Auditorium.
Hilmar mengatakan, penyederhanaan birokrasi di Ditjen Kebudayaan dilakukan melalui Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Itu mengarah pada pembentukan birokrasi yang lebih ramping dan profesional. Pemangkasan jabatan eselon tiga dan empat menjadi langkah konkret untuk mengurangi hirarki yang kaku, beralih dari pendekatan New Public Management (NPM),” kata Hilmar.
Dikatakannya, NPM bakal menekankan efisiensi dan kinerja berbasis target, menuju New Public Service (NPS) yang lebih partisipatif dan berfokus pada pelayanan publik.
“Dalam kerangka NPS, pemerintah kini lebih berfokus pada peningkatan peran jabatan fungsional, yang memungkinkan aparatur negara untuk berkontribusi secara langsung dalam pencapaian hasil, bukan hanya memenuhi target administratif,” tambahnya.
Menurut dia, penyederhanaan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi birokrasi, tetapi juga memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, membuat proses lebih cepat, responsif, dan adaptif terhadap kebutuhan publik, termasuk di sektor kebudayaan.
Baca juga: Penjelasan Soal PAIBP Kurikulum Merdeka Bab 2 Halaman 33, Lebih Dekat dengan Allah : Aktivitasku
Selain menyederhanakan birokrasi, Hilmar menyebut, pemerintah kini melakukan transformasi signifikan dalam administrasi kebudayaan, termasuk penerapan kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah serta penyederhanaan birokrasi.
Salah satu contohnya adalah pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya yang diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi pengelolaan kebudayaan di Indonesia.
“Transformasi ini penting untuk memastikan kebudayaan mampu bertahan dan berkembang, baik di tingkat nasional maupun internasional,” jelas Hilmar.
Kebijakan desentralisasi yang diatur melalui UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 23 Tahun 2014 ini memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola taman budaya, museum, dan pusat kesenian.
Hilmar menekankan bahwa perubahan ini memungkinkan pengelolaan kebudayaan di setiap daerah lebih mandiri dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
"Desentralisasi ini menjadi langkah penting guna memastikan kebudayaan tidak hanya dipertahankan, tetapi juga berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat setempat," ujarnya.
Kebijakan ini, menurut Hilmar, sangat relevan di tengah keberagaman Indonesia, di mana setiap daerah memiliki kekhasan budayanya sendiri.
Sebagai bagian dari reformasi kebudayaan, pembentukan BLU Museum dan Cagar Budaya telah mengelola 18 museum dan 34 situs cagar budaya di Indonesia.
"Dengan model BLU, pengelolaan kebudayaan Indonesia menjadi lebih modern, terukur, dan berorientasi pada hasil (outcome)," tambahnya.
Penerapan model ini diharapkan mampu mendorong efisiensi yang lebih tinggi dalam pengelolaan kebudayaan, sekaligus memberikan ruang bagi inovasi. (ard)
17 Pegawai Non ASN Gunungkidul Batal Diusulkan Jadi PPPK Paruh Waktu, Ini Kata BKPPD |
![]() |
---|
Belanja Pegawai Gunungkidul Tembus 38 Persen, DPRD Minta Pemkab Genjot PAD |
![]() |
---|
2.017 Non ASN di Gunungkidul Diusulkan Jadi PPPK Paruh Waktu |
![]() |
---|
Tujuh ASN Pemkab Bantul Terlibat Kasus Pendisiplinan, Lima di Antaranya Sudah Tuntas |
![]() |
---|
ASN Pemkab Magelang Hari Ini Mulai Verifikasi Data Kemiskinan 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.