Kisah Inspiratif
Melihat Produksi Batik Tulis Komunitas Difabelzone yang Tembus Pasar Internasional
Keterbatasan fisik tidak mematahkan semangat sejumlah disabilitas di Kabupaten Bantul dan sekitarnya, di DI Yogyakarta.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Keterbatasan fisik tidak mematahkan semangat sejumlah disabilitas di Kabupaten Bantul dan sekitarnya, di DI Yogyakarta.
Mereka memilih tetap aktif berkarya dan menghasilkan produk bernilai jual tinggi sejak beberapa tahun lalu.
Berdasarkan pantauan Tribunjogja.com, di markas Komunitas Difabelzone, tepat di Nglarang, Kalurahan Triharjo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul, pada Jumat (16/8/2024) sore, sejumlah rekan-rekan disabilitas tengah sibuk membuat produk batik.
Mata mereka terlihat fokus mengukir motif-motif batik tertentu. Tangannya pun terlihat cekatan membuat batik tulis yang dirancang sejak beberapa waktu lalu untuk segera diselesaikan dan diperjual belikan.
"Kami sejak 2017 akhir, sudah menggeluti karya dari produk batik tuis. Usaha itu dilakukan untuk memotivasi teman-teman difabel dan mengingatkan bahwa mereka sangat berguna bagi diri sendiri dan orang lain," kata Ketua Komunitas Difabelzone, Suhartono yang juga memiliki keterbatasan fisik, kepada awak media.
Dikatakannya, ide itu awalnya tercetus usai mengikuti pelatihan wirusaha dari lembaga sosial Yakkum.
Dari situ, mereka mendapatkan ilmu membuat batik tulis dan hasilnya pun tak kalah dengan produk pasar nasional.
Mengetahui hasil karya yang tak kalah saing itu, membuat mereka siap bersedia untuk membuat produk batik tulis menjadi produk bernilai jual tinggi.
Perlahan-lahan usaha itu dibagun hingga akhirnya kini mampu memperoleh konsumen nasional hingga internasional.
"Alhamdulillah, konsumen kami ada dari berbagai daerah di Indonesia. Karena kami menjual produk batik tulis secara online dan offline. Tapi, bulan kemarin kami juga sempat dapat konsumen dari Jerman," tutur Suhartono.
Adapun produk yang dibuat dari batik tulis itu, terdiri atas kain batik tulis, totebag batik tulis, dompet bantik tulis, pouch batik tulis, sajadah batik tulis, hingga sarung bantal.
Harga jualnya pun beragam, mulai dari Rp15 ribu hingga jutaan rupiah. Harga yang beragam itu diberikan sesuai dengan unit barang yang dijual.
Sayangnya, ia enggan membeberkan omzet per bulan dari hasil penjualan produk Komunitas Difabelzone.
"Nanti hasil penjualan produk kami bagi untuk diberikan kepada anggota kami dan sebagian kami pakai untuk beli modal usaha lagi. Jadi ada perputaran uangnya biar usaha ini berjalan dan bermanfaat untuk kami," tutur laki-laki usia 43 tahun itu.
Sejauh ini, setidaknya ada 50 anggota dari teman-teman disabilitas di DIY.
| Cerita Usaha Pinggir Jalan Menjawab Budaya Nongkrong Mahasiswa Yogyakarta |
|
|---|
| Wanita Asal Gunungkidul Sukses Perkenalkan Batik hingga ke Jepang |
|
|---|
| Cerita Warga Bantul Mengubah Sampah Kantong Plastik Jadi Rajutan Aksesoris |
|
|---|
| Cerita Mbah Sastro Warga Magelang Berusia 103 Tahun, Ungkap Rahasia Umur Panjang |
|
|---|
| Kisah Penjual Basreng Alun-Alun Kidul Yogyakarta dari Digendong hingga Naik Motor |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.