Ketua STPN Yogyakarta Program Penataan Aset Dimaksudkan Menekan Konflik Agraria

Percepatan reforma agraria menjadi hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan beragam konflik soal pertanahan di Indonesia.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Miftahul Huda
Para peserta seminar nasional STPN Yogyakarta menyimak pemaparan narasumber, Kamis (6/6/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Percepatan reforma agraria menjadi hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan beragam konflik soal pertanahan di Indonesia.

Hal ini disampaikan Ketua Sekolah Tinggi  Pertanahan Nasional (STPN) Senthot Sudirman saat pidato seminar nasional dalam rangka reforma agraria summit 2024 di aula STPN Yogyakarta, Kamis (6/6/2024).

Ia menyampaikan seminar nasional ini digagas dengan latar belakang untuk mendukung percepatan implementasi Perpes 62/2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.

Baca juga: Sebanyak 6.061 Mahasiswa UGM Mendapat UKT yang Disubsidi hingga 100 Persen

“Diperlukan rumusan implementatif yang membumi dalam rangka akselerasi terwujudnya penataan kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan melalui program penataan aset dan akses guna menekan konflik agraria. Rumusan membumi itu akan dirajut dengan gagasan kreatif dan inovatif dari narasumber dan peserta,” katanya.

Dia mengakui, proses hulu-hilir program reforma agraria dimulai dari program penataan aset yang mencakup kegiatan retribusi tanah obyek reforma agraria dan legalisasi aset. 

Ini ditempuh melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL dilanjutkan program penataan akses.

Dalam konteks reforma agraria, menurut Senthot, redistribusi tanah diyakini menekan kesenjangan, penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan penguasaan tanah antara si kaya dan si miskin maupun si kuat dan si lemah. 

“Legalisasi aset diyakini mampu menekan konlfik reforma agraria,” jelasnya.

Yang menjadi tanda tanya menurut Senthot, apa yang dilakukan setelah penataan aset dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

"Itulah yang perlu dicarikan jawabannya secara bersama-sama.

“Bagaimana membumikan Perpres 62/2023 dengan lebih detail dan dengan pilot project,” ujarnya.

Senthot menambahkan, setelah secara sederhana membaca, mempelajari, melihat fakta dan mendengar akhirnya STPN menyimpulkan penataan akses merupakan program strategis nasional.

Mengingat tanah berada di wilayah administrasi desa dan kalurahan yang memiliki karakter berbeda-beda, dia mengusulkan gagasan ke semua pihak agar segera menggarap akses berbasis wilayah desa secara lengkap. 

Menurutnya dari hasil riset STPN, reforma agraia sudah berjalan namun demikian pelaksanaan Perpres 62/2023 terkesan masih sporadis.

Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN Dulu Agung Darmawan menambahkan pertanahan merupakan sumber kehidupan umat manusia dan kedaulatan pangan. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved