Berita Kota Yogya Hari Ini

Cerita Warga Kranon, Rela 'Berdampingan' dengan Sampah Demi Tuntaskan Masalah Kota Yogyakarta

Polemik sampah menjadi problem berkepanjangan bagi Kota Yogyakarta dan semakin memuncak kisaran satu tahun terakhir.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Azka Ramadhan
Suasana proses pengolahan sampah di TPS 3R Kranon, Umbulharjo, Kota Yogya, Selasa (4/6/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Polemik sampah menjadi problem berkepanjangan bagi Kota Yogyakarta dan semakin memuncak kisaran satu tahun terakhir.

Keterbatasan lahan menjadi kendala bagi pemerintah Kota Yogyakarta, untuk merealisasikan sebuah tempat pengolahan sampah (TPS) secara mandiri.

Akan tetapi, setelah mengalami berbagai gejolak, beberapa waktu lalu, Pemkot Yogya mengumumkan proyek TPS Reduce Reuse Recycle (3R) di wilayah Kranon, Sorosutan, Umbulharjo.

Sebuah kawasan yang cenderung padat penduduk, layaknya perkampungan lain di Kota Pelajar.

Terang saja, tidak berselang lama setelah kabar tersebut berhembus di media massa, masyarakat di Kranon pun lantang menyuarakan penolakan.

Mereka khawatir, lingkungannya terkena dampak negatif ketika aktivitas pengolahan sampah di TPS 3R Kranon nantinya dimulai.

Salah seorang warga Kranon, Gesang Aji, berujar, butuh waktu bagi masyarakat untuk benar-benar bisa menerima kehadiran TPS di wilayahnya.

Baca juga: Operasional TPS 3R Kranon Kota Yogyakarta Dikeluhkan Penduduk, Ini Hasil Penelusuran di Lapangan

Setelah melewati rangkaian diskusi panjang, warga akhirnya berbesar hati mengizinkan Pemkot Yogya untuk membangun tempat pengolahan limbah.

"Padahal, sebenarnya kita bisa saja menolak, karena lokasinya dekat sekali dengan permukiman. Tapi, kita mikirnya ini demi kepentingan Kota Yogya," ujarnya, Selasa (4/6/2024).

Terang saja, jajaran eksekutif pun langsung mengebut proyek pembangunan TPS 3R Kranon dan mulai beroperasi pada kisaran April 2024 lalu.

Sebelum beroperasi, pihaknya telah menjalin kesepakatan dengan Pemkot, untuk mengantisipasi munculnya bau tak sedap dari lokasi tersebut.

"Waktu itu ada pejabat DLH mengatakan, sampah organik begitu selesai langsung angkut. Maka, ketika sekarang muncul tumpukan, TPS kita hentikan, suruh angkut dulu, biar tidak bau," katanya.

"Harapan kami dinas bisa menjaga komitmen ini, ketika ada bau kita pasti ngelingke. Mau dikatakan riwil, ya, memang kita riwil. Tapi, kita harus riwil dalam situasi seperti ini," tambah Gesang.

Bukan tanpa alasan, menurutnya, warga Kranon sudah berbesar hati merelakan kawasan tempat tinggalnya dibangun tempat pengolahan sampah.

Ia meyakini, masyarakat di wilayah lain belum tentu bisa menerima, ketika dipaksa hidup berdampingan dengan sampah yang berasal dari berbagai penjuru Kota Yogyakarta.

"Niat kita saling membantu, karena siapapun disuruh tinggal dekat sampah, nang ndi-ndi, ya, mesti angel. Ini kesadaran warga kita, karena kita merasa podo butuhe," jelasnya.

Sementara itu, Ketua RT 45 Kranon, Sugiyono, menandaskan, ledekan di media sosial yang menjuluki Yogya sebagai kota sampah, menjadi satu pukulan baginya.

Hanya saja, ia menyebut, sebelum memberikan izin pembangunan TPS 3R Kranon, pihaknya menyodorkan berbagai persyaratan, termasuk soal tenaga kerja.

"Itu boleh dipakai (lokasi TPST 3R) asalkan tenaga kerjanya dari warga kami, kemudian sore hari sudah harus bersih semua," cetusnya.

Oleh sebab itu, dirinya berharap warga masyarakat yang tinggal jauh dari TPS, bisa meminimalisir produksi sampah rumah tangganya.

Sehingga, limbah yang dikelola di tempat pengolahan sampah tidak overload, yang dampaknya sangat merugikan warga di sekitarnya.

"Kene wes gelem ketiban sampah. Jadi, tolong warga yang di tempatnya tidak ada TPS, sebisa mungkin diminimalisir produksi sampahnya, biar di sini tidak menumpuk," pungkasnya. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved