Berita Jogja Hari Ini

Sri Sultan Hamengku Buwono II Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional 

Sri Sultan Hemengku Buwono II diusulkan untuk masuk menjadi nominasi penerima penghargaan Pahlawan Nasional Republik Indonesia. 

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Azka Ramadhan
Perwakilan keluarga Sri Sultan HB II dari trah Mangkudiningrat, Anantha, saat menyampaikan keterangan pers terkait pengusulan Sri Sultan HB II sebagai Pahlawan Nasional, di Kota Yogya, Kamis (30/5/2024) sore. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sri Sultan Hemengku Buwono II diusulkan untuk masuk menjadi nominasi penerima penghargaan Pahlawan Nasional Republik Indonesia. 

Pengusulan tersebut bakal dilayangkan oleh Konsorsium Nusantaram Eva Raksamahe, yang di dalamnya tergabung trah Sri Sultan HB II, akademisi, sejarawan, hingga budayawan.

Perwakilan keluarga HB II dari trah Mangkudiningrat, Anantha, mengatakan, jasa besar Sri Sultan HB II di masa lampau membuatnya layak menyandang gelar Pahlawan Nasional.

Terutama, di bidang pemerintahan dan kegigihan dalam melindungi masyarakatnya dari penindasan penjajah selama era kolonial silam.

"Sampai sekarang artefak-artefak dan peninggalannya di Jawa dan Yogya pada khususnya, masih bisa kita lihat," tandasnya, Kamis (30/5/2024) petang.

Baca juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X Buka Suara Soal Tapera: Kalau Ga Jelas, Lebih Baik Sewa

Dikutip dari laman resmi Kraton Ngayogyakarta, Sri Sultan HB II lahir di lereng Gunung Sindoro pada 7 Maret 1750 dari permaisuri kedua Sri Sultan HB I, dengan nama kecil RM Sundoro.

Setelah dewasa dan menyandang status sebagai calon pewaris tahta, RM Sundoro mulai melakukan gerakan-gerakan perubahan di dalam keraton dan berupaya melindungi dari ancaman VOC. 

Ia berupaya menggagalkan pembangunan Benteng Rustenburg inisiatif Komisaris Nicholas Hartingh sejak tahun 1765 dengan cara mengerahkan pekerja dari keraton untuk membangun tembok baluwarti mengelilingi alun-alun utara dan selatan. 

Tak lupa, untuk meningkatkan pertahanan, sebanyak 13 meriam ditempatkan di bagian depan keraton menghadap ke arah benteng Belanda tersebut.

Sikap anti Belanda ini semakin mewujud setelah penobatannya sebagai Sri Sultan HB II pada 2 April 1792. 

RM Sundoro menolak tegas permintaan wakil VOC yang menuntut disejajarkan posisi duduknya di setiap acara pertemuan dengan sultan. 

Selain itu, tanpa melibatkan VOC, dirinya menunjuk sendiri patihnya untuk menggantikan Danurejo I yang meninggal dunia pada Agustus 1799.

Sifat keras Sri Sultan HB II pun membuatnya seringkali berhadap-hadapan dengan bangsa asing, termasuk dengan pimpinan Letnan Gubernur Inggris, Thomas Stamford Raffles.

Bahkan, Keraton Yogyakarta diserang oleh prajurit Sepoy asal India pada 20 Juni 1812, di mana keraton diduduki, harta benda termasuk ribuan karya sastra Jawa dijarah dan Sri Sultan HB II ditangkap serta diasingkan ke Pulau Pinang hingga 1815.

Di samping itu, Sri Sultan HB II juga meninggalkan karya-karya monumental, mulai dari membentuk korps/satuan keprajuritan yang dilengkapi dengan perlengkapan dan persenjataan yang lebih baik, hingga membangun benteng baluwarti yang dilengkapi meriam untuk melindungi keraton dari serangan luar.  

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved