Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Menuntut Kembali Pemulangan Manuskrip Jawa yang Dirampas Inggris Selama Geger Sapehi 

Peristiwa Geger Sapehi pada 1812 silam menimbulkan luka mendalam bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan peradaban masyarakat Jawa.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Azka Ramadhan
Para pegiat perlindungan kebudayaan yang tergabung dalam Konsorsium Nusantaram Eva Raksamahe, menandatangani deklarasi gugatan pengembalian manuskrip Jawa yang dirampas selama Geger Sapehi, di Ndalem Benawan, Yogyakarta, Sabtu (9/3/24) sore. 

TRIBUNJOGJA.COM - Peristiwa Geger Sapehi pada 1812 silam menimbulkan luka mendalam, tidak hanya bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, namun juga peradaban masyarakat Jawa.

Bagaimana tidak, dalam pertempuran itu, pasukan Inggris sekaligus menggulirkan perampasan segudang cultur heritage, atas perintah pimpinan Letnan Jenderal Thomas Stamford Rafles. 

Selama lima hari, benda-benda bersejarah, ilmu pengetahuan, teknologi dan harta benda dari Kraton di bawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono II, diangkut ke Inggris dan urung dikembalikan.

Tak mau tinggal diam, dalam rangka memperingati hari kelahiran Sri Sultan HB II yang ke-274 tahun, para pegiat perlindungan kebudayaan nasional yang tergabung Lembaga Konsorsium Nusantaram Eva Raksamahe melakukan gerakan.

Mereka pun dengan lantang menggugat Kerajaan Inggris untuk mengembalikan manuskrip-manuskrip Jawa berisi berbagai ilmu pengetahuan yang dirampas selama peristiwa Geger Sapehi.

Ketua Konsorsium Nusantaram Eva Raksamahe, RM Kukuh Hertaning, mengatakan, terdapat sekitar 5 ribu manuskrib dan kitab yang dirampas, serta diangkut dengan kereta kuda selama lima hari.

"Nah, di situ ada buku-buku yang berbicara soal peradaban Jawa masa lampau, sekarang dan masa depan. Itu yang kita perjuangkan untuk bisa kembali ke Indonesia, khususnya ke Yogyakarta ," tandasnya, saat jumpa media di Ndalem Benawan, Kota Yogyakarta, Sabtu (9/3/24) sore.

Baca juga: 7 Arti Mimpi Tentang Kehilangan Dompet Menurut Primbon Jawa, Ada Masalah dengan Keuangan?

Pria yang akrab disapa Romo Aning itu menuturkan, Pemerintah Inggris melalui duta besarnya, sebenarnya pernah beritikad baik mengembalikan sebanyak 120 manuskrip Jawa kuno pada 2023 lalu.

Namun, ia sangat menyayangkan, naskah-naskah yang diserahkan pada Sri Sultan HB X tersebut hanya berbentuk soft file, dalam sebuah hard disk.

"Manuskrip-manuskrip yang dikembalikan itu berharga sekali. Tapi, sayangnya, mengapa hanya dalam bentuk digital? Tidak fisik aslinya," katanya.

"Padahal, kami, kan,  inginnya yang asli. Kalau misal menginginkan tempat, atau apa, kami bisa membuat tempat (penyimpanan) khusus," urainya.

Ia memahami betul, beberapa universitas di Inggris, khususnya fakultas-fakultas yang bersenggolan dengan ilmu bumi, memanfaatkan manuskrip-manuskrip itu sebagai sumber dan rujukan.

Sebab, mereka tahu bahwa data-data empiris milik masyarakat Jawa waktu itu, dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan yang luar biasa dan diadopsi ke dalam kurikulum pembelajaran.

"Mereka mengambil ilmu pengetahuan itu dalam bentuk matengan, diterjemahkan dalam sains, jadilah pengetahuan umum. Sekarang, yang kita nikmati itu, mungkin sebagian ada dari situ," ucapnya.

Sekjen Nasantaram Eva Raksamahe, Suharno, menimpali, pengembalian manuskrip hasil rampasan sudah selaras dengan undang-undang yang telah ada, baik secara nasional maupun internasional. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved