Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Film 1 Kakak 7 Ponakan, Drama Keluarga yang Hangat di Penutupan JAFF 2024

Dengan sentuhan emosional yang mendalam, film ini menggambarkan dinamika keluarga Indonesia dengan segala kesederhanaan dan kompleksitasnya. 

Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Hanif Suryo
Pemeran film 1 Kakak 7 Keponakan saat hadir di JAFF 2024, Sabtu (7/12). 

TRIBUNJOGJA.COM- Film drama keluarga terbaru karya sutradara Yandy Laurens, 1 Kakak 7 Ponakan, menjadi film penutup dalam perhelatan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024, Sabtu (7/12/2024).


Dengan sentuhan emosional yang mendalam, film ini menggambarkan dinamika keluarga Indonesia dengan segala kesederhanaan dan kompleksitasnya. 


Bertemakan kekuatan hubungan keluarga, 1 Kakak 7 Ponakan mengisahkan Moko (Chicco Kurniawan) yang harus berhadapan dengan tantangan kehidupan bersama tujuh keponakannya. 


Kisahnya, yang penuh dengan momen-momen haru dan menghangatkan hati, diadaptasi dari sinetron legendaris karya Arswendo Atmowiloto dengan judul yang sama.


Dengan sentuhan baru dari Yandy Laurens sebagai penulis dan sutradara, film ini menghadirkan kisah yang tetap relevan dengan kondisi sosial saat ini.


Adapun film ini sebelumnya telah merilis first feel melalui akun Instagram resmi @1kakak7ponakan. 


Potongan adegan yang ditampilkan menggambarkan momen khas dalam keluarga Indonesia, yakni ketika berpamitan sebelum berangkat beraktivitas. Dalam potongan adegan tersebut, Moko bersama keponakannya, Woko (Fatih Unru), Nina (Freya JKT48), dan Ano (Ahmad Nadif), berpamitan dengan Agnes (Maudy Koesnaedi) dan Atmo (Kiki Narendra) sebelum berangkat sekolah. 


Adegan sederhana ini begitu menggambarkan kebiasaan keluarga Indonesia, yang kental dengan kehangatan dan kedekatan. 


Tidak hanya merilis cuplikan pertama, 1 Kakak 7 Ponakan juga mengumumkan tanggal tayang perdananya di jaringan bioskop Indonesia pada 23 Januari 2025. 


Dengan dukungan dari Mandela Pictures dan Cerita Films, serta didukung oleh berbagai rumah produksi seperti Legacy Pictures, Visual Media Studio, dan Masih Belajar Pictures, film ini diharapkan bisa menyentuh banyak hati penonton di seluruh Indonesia. 


Yandy Laurens, sebagai penulis sekaligus sutradara, mengungkapkan pandangannya tentang adaptasi sinetron ini ke layar lebar. 


"Sebagai pembuat film, kita sering meminjam istilah dari profesi yang sangat mulia, yaitu ibu. Kita sering bilang film itu seperti bayi, seperti anak kita. Mungkin saya akan menganalogikan bahwa adaptasi itu rasanya seperti anak yang kita adopsi. Sebenarnya, selain memindahkan medium dari sinetron ke film, seperti mengadopsi anak, kita tidak hanya memindahkannya dari tempat asalnya ke rumah kita, tetapi kita benar-benar mengadopsi dia ke dalam hati kita," ujar Yandy. 


Proses ini, menurut Yandy, bukan sekadar pemindahan cerita, tetapi lebih kepada penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam kisah tersebut. 


"Saya mencoba mengadopsi isi hati Mas Wendo, apa yang sebenarnya beliau ingin sampaikan, apa yang beliau khawatirkan, dan bagaimana cara untuk menerjemahkannya kembali ke zaman sekarang," tambah Yandy. 


Selain itu, Yandy menyoroti relevansi cerita film ini yang tetap aktual meskipun telah berusia 20 tahun.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved