Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman

Anies Baswedan Hadiri Pahargyan Dhaup Ageng Pakualaman : Cerminkan Tingginya Nilai Budaya Jawa

Anies Baswedan menjadi satu di antara tamu undangan yang hadir dalam Pahargyan atau resepsi Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Kadipaten Pakualaman
Dua mempelai Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman yakni BPH Kusumo Kuntonugroho dengan nama kecil RM Bhismo Srenggoro Kunto Nugroho dan pengantin putri dr Laily Annisa Kusumastuti. 

Disuguhi Dua Beksan Bedhaya Sidamukti dan Bedhaya Kakung Indrawidagda

Busana yang dikenakan oleh pengantin pada saat Pahargyan hari pertama sama dengan busana panggih yaitu dodot atau kampuh batik motif Indra Widagda Wariga Adi.

Pada kesempatan ini para tamu disuguhi dua běksan ‘tari’, yakni Bědhaya Sidamukti dan Bědhaya Kakung Indrawidagda. Bědhaya Sidamukti Dicipta khusus dalam rangka menyambut pernikahan putra kedua KGPAA Paku Alam X.

Běksan ini ditarikan oleh tujuh penari putri, mencerminkan dua insan yang berjanji untuk bersatu dalam ikatan perkawinan dengan harapan kelak hidup rukun dan bahagia. Sidamukti ‘terwujud, tercukupi segalanya dan bahagia’.

Bědhaya Kakung Indrawidagda Běksan ini diperagakan oleh tujuh penari putra yang mengisahkan tentang Bathara Indra, seorang tokoh dalam teks Asthabrata versi Pakualaman yang memiliki karakter mengutamakan pentingnya pendidikan bagi keluarga dan masyarakat. Indra Widagda ‘Indra yang pandai’

Adapun seusai Pahargyan, prosesi dilanjutkan Tampa Kaya di Kagungan Dalem Gedhong Purwaretna, sekira pukul 14.00 WIB.

Tampa Kaya melambangkan tanggung jawab penuh seorang suami dalam menafkahi lahir batin istri. Dalam upacara ini pengantin laki-laki mengucurkan 27 biji-bijian antara lain kedelai, kacang tanah, gabah, kecik, jagung, klungsu, klěnthěng dll., empon-empon, dlingo bengle, uang logam, dan bunga sri taman, diterimakan kepada pengantin perempuan secara hati-hati agar tidak tumpah.

Prosesi panggih Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman, Rabu (10/1/2024).
Prosesi panggih Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman, Rabu (10/1/2024). (Dok Kadipaten Pakualaman)

Prosesi ini juga disebut dengan kacar-kucur. Makna simbolis kacar-kucur ini adalah mengingatkan pengantin akan pentingnya mengupayakan benih dan tempat persemaiannya agar menghasilkan tanaman yang subur dan bermanfaat.

Meminjam istilah Ki Hadjar Dewantara bahwa laki-laki sebagai pangkal turunan dan perempuan sebagai pemangku turunan dalam sebuah ikatan perkawinan harus selalu dijaga dan diupayakan kemanfaatannya dengan suci hati.

Oleh sebab itu, dalam satuan kacar-kucur ini terdapat pula dlingo bengle, empon-empon yang dipercaya sebagai pengusir makhluk jahat.

Adapun uang logam di sini mewakili perolehan kekayaan. Dengan demikian makna filosofis kacar kucur pada acara Dhaup Ageng di Pura Pakualaman adalah dengan suci hati pengantin laki-laki dan perempuan melaksanakan kewajiban dan haknya sesuai peran dan potensi yang dimiliki.

Diharapkan dapat terus menerus bersyukur atas limpahan kemurahan-Nya sehingga memperoleh kekayaan berupa anak (dilambangkan dengan biji-bijian) dan harta (dilambangkan dengan uang logam), yang selamat (dilambangkan dengan dlingo běngle), dan barokah (dilambangkan dengan bunga sri taman). (*)
 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved