Reposisi Ilmu Administrasi Publik Penting Dilakukan Hadapi Era Digital

Happy mengungkapkan tantangan utama adalah mengubah citra lama administrasi yang dianggap sebatas pekerjaan prosedural.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Istimewa
REPOSISI - Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) AAN Yogyakarta, Happy Susanto, S.Sos., M.A., M.P.A., menegaskan pentingnya reposisi pemahaman ilmu administrasi publik agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat di era disrupsi digital dalam podcast di Tribun Jogja, Selasa (2/9/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) AAN Yogyakarta, Happy Susanto, S.Sos., M.A., M.P.A., menegaskan pentingnya reposisi pemahaman ilmu administrasi publik agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat di era disrupsi digital.

Menurutnya, selama ini administrasi sering dipersepsikan sebatas pekerjaan klerikal seperti arsip, tata usaha, hingga stempel, padahal esensinya jauh lebih luas.

“Kita ingin mereposisi administrasi menjadi public system design, bagaimana tata kelola mengelola urusan publik sesuai keinginan masyarakat, memastikan bahwa bukan hanya output tapi juga outcome yang dirasakan langsung oleh masyarakat,” ungkap Happy dalam podcast Tribun Jogja yang disiarkan di YouTube Official Tribun Jogja, Selasa (2/9/2025).

Siniar tersebut bertajuk Strategi dan Solusi: Administrasi untuk Negara.

Happy mengungkapkan tantangan utama adalah mengubah citra lama administrasi yang dianggap sebatas pekerjaan prosedural.

Pemerintah sering kali hanya menekankan capaian output, padahal ukuran yang lebih penting adalah outcome dan dampak nyata kebijakan bagi masyarakat.

Di dunia pendidikan, tantangan muncul pada kurikulum yang dinilai belum adaptif terhadap transformasi digital.

“Kurikulum harus mengikuti era digital hari ini. Maka pengajar dan praktisi perlu melakukan upskilling agar bisa mencetak lulusan yang adaptif,” ujarnya.

Ia juga menekankan perlunya menjadikan masyarakat sebagai living lab, di mana perguruan tinggi dapat belajar sekaligus menyelesaikan persoalan bersama masyarakat.

Dalam konteks dunia kerja, Happy menyoroti bahwa lulusan perguruan tinggi sering kali belum dibekali kompetensi yang siap digunakan.

Oleh karena itu, kurikulum harus dirancang agar sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia usaha (DUDI).

“Perguruan tinggi perlu melakukan kerja sama multipihak yang kolaboratif agar melahirkan lulusan yang benar-benar dibutuhkan di dunia kerja,” jelasnya.

Happy menekankan bahwa administrasi publik kini harus berbasis pada outcome yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat, khususnya di tengah era digital.

Reposisi ilmu administrasi menjadi tuntutan agar tidak sekadar menghasilkan produk kerja, tetapi mampu menciptakan dampak yang nyata. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved