Berita Jogja Hari Ini
Lahan Pertanian dan Resapan Air di DI Yogyakarta Berkurang Lebih dari 200 Hektare Tiap Tahun
Lahan pertanian dan resapan air di DI Yogyakarta berkurang lebih dari 200 hektare (ha) setiap tahunnya. Dikhawatirkan persoalan itu
Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Sri Cahyani Putri Purwaningsih
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lahan pertanian dan resapan air di DI Yogyakarta berkurang lebih dari 200 hektare (ha) setiap tahunnya.
Dikhawatirkan persoalan itu berdampak negatif terhadap lingkungan seperti polusi udara dan air di masa mendatang.
Oleh karenanya, penataan tata ruang di DIY diperlukan.
Baca juga: Jaga Warga Berperan Turut Menjaga Perbaikan Kualitas Udara dan Air di DI Yogyakarta
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto dalam Jagongan Jaga Warga bertajuk "Tata Ruang Wilayah DIY Harus Jamin Perbaikan Kualitas Air dan Udara" yang diselenggarakan oleh Tribun Jogja, Jumat (8/9/2023).
Sekarang ini, pihaknya bersama panitia khusus (pansus) DPRD DIY membentuk peraturan daerah (perda) tata ruang wilayah DIY. Perda ini yang akan menentukan DIY pada 20 tahun mendatang. Sehingga penataan ruang harus disiplin.
"Di DIY, lahan pertanian dan resapan air berkurang lebih dari 200 hektar setiap tahunnya. Bila tidak hati-hati, tanah akan ketutup bangunan sehingga berdampak terhadap lingkungan. Kemudian kesehatan akan menurun karena polusi udara dan kualitas air mengganggu pertumbuhan anak-anak di 20 tahun mendatang," kata Eko.
Sehingga dalam perda ini, dibahas bagaimana pemerintah daerah memfasilitasi ketersediaan air minum, air bersih sekaligus penjaminan udara yang berkualitas. Termasuk pengendalian transportasi dan penggunaan teknologi yang berdampak ke lingkungan. Serta pelarangan penggunaan plastik.
Sekarang, setiap orang yang akan mendirikan bangunan ketentuannya juga harus menyediakan 30 persen lahannya untuk ruang terbuka hijau.
Dengan upaya tersebut, antara investasi dan lingkungan hidup tetap seimbang.
"Dimanapun ada pembangunan, AMDAL harus beres. Sekarang, ketentuan yang baru pelanggar tata ruang akan dipidana. Misalnya, pendirian bangunan di lahan pertanian untuk bisnis akan mendapat dua hukuman. Selain dipidana ada hukuman administratif. Ini tidak ada di perda yang lama," terangnya.
Seperti di Kota Yogyakarta yang luasannya hanya sekitar 32,5 km persegi, huniannya padat. Lahan habis untuk bangunan sehingga tidak punya kualitas air yang bagus.
Ditambah bakteri e-coli yang mencemari air di Kota Yogyakarta tinggi sehingga tidak layak dikonsumsi.
Harapannya, penggunaan perusahaan daerah air minum (PDAM) diperkuat. Misalnya seluruh bisnis dan perkantoran harus berlangganan PDAM, jangan menggunakan air tanah.
Terkait transportasi sebagai penyumbang polusi, pihaknya mengusulkan terminal penyangga di beberapa tempat yang masuk wilayah DIY seiring banyaknya wisatawan dengan adanya jalan tol.
Selain itu, menggencarkan penggunaan kendaraan listrik. Setidaknya dimulai dari kantor pemerintahan dan bisnis.
Upaya lain yang bisa dilakukan yakni penghijauan. Diharapkan, Pemda DIY bekerjasama dengan Kementerian Pertanian menyediakan tanaman setiap tahun.
"Penanaman pohon nanti bisa dilakukan, setiap rumah nambah 1 pohon. Sehingga bisa nambah oksigen tiap hari," ucapnya. (scp)
Cara Lapor Jika Terjadi Kekerasan Anak dan Perempuan di Yogyakarta, Gratis Bebas Pulsa |
![]() |
---|
Kronologi Kasus Dugaan Monopoli BBM oleh Oknum Polairud di Pantai Sadeng Gunungkidul |
![]() |
---|
Mengenal Class Action, Cara Menuntut Pemerintah karena Kasus Keracunan MBG |
![]() |
---|
Komentar Sri Sultan HB X soal Keracunan MBG di Jogja dan Sanksi untuk SPPG Menurut Undang-Undang |
![]() |
---|
Kronologi Wisatawan asal Jakarta Hilang di Pantai Siung, Jenazah Ditemukan di Pantai Krakal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.