Berburu Serangga Puthul saat Musim Hujan: Kuliner Ekstrem Gunungkidul yang Bercita Rasa Gurih

Puthul hanya muncul satu tahun, tepatnya menjelang musim penghujan tiba. Biasanya, saat serangga ini muncul, warga berburu

Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
PUTHUL: Penampakan serangga Puthul yang sudah diolah menjadi makanan pengganti lauk yang dimasak oleh warga, pada Senin (13/10/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Kabupaten Gunungkidul dikenal dengan ragam kuliner ekstremnya, mulai dari belalang goreng, jangkrik, hingga ungkrung (kepompong). Kini, Puthul semakin menambah daftar panjang kekayaan kuliner lokal yang lahir dari kedekatan masyarakat dengan alam dan siklus musim.

Dihimpun Tribun Jogja dari berbagai sumber, Serangga Puthul disebut juga Phyllophaga hellery. Puthul disebut hewan termasuk dalam famili Scarabaeidae sub famili Melolonthinae dari ordo Coleoptera. Keberadaan hewan ini merupakan momok bagi petani karena termasuk hama tanaman.

Puthul hanya muncul satu tahun, tepatnya menjelang musim penghujan tiba. Biasanya, saat serangga ini muncul, warga punya tradisi unik, yakni berburu Puthul untuk dijadikan makanan pengganti lauk.

Sulis Mustika (28), warga Bendorejo, Semanu, mengatakan waktu yang  paling tepat berburu Puntul ketika menjelang petang mulai dari pukul 18.00 WIB-20.00 WIB. Warga mulai mencari 
Puthul di pinggiran pagar rumah, pekarangan, tanah lapang, hingga lahan pertanian. Berbekal penerangan senter warga menerobos semak-semak untuk mencari Puthul.

"Biasanya di dedaunan atau tanah. Jadi harus jeli, kebanyakan kalau disini di apa ya namanya tali kacu kemudian, daun pisang, pohon jambu dan lainnya," ujarnya, pada Senin (13/10/2025).

Selain membawa senter, warga yang mencari Puthul ini juga membawa botol air mineral yang sudah dilubangi dan diberi tali atau ada juga yang membawa kantong kresek. Dua benda ini sebagai wadah untuk Punthul yang berhasil dikumpulkan.

"Puthulnya dimasukkan ke dalam botol atau kresek. Pas nyari itu asyik kadang sampai lupa waktu. Kemarin bahkan ada yang sampai dapet setengah botol minyak 5 liter," tuturnya.

Usai mencari Puthul, biasanya warga langsung membersihkan sayapnya, lalu direbus terlebih dahulu, kemudian baru bisa dimasak dengan memberikan bumbu tergantung selera.

"Ada yang dibumbu bacem (manis) ada juga yang hanya dibumbu bawang putih dan garam," terangnya.

Dia mengatakan Puthul yang sudah diolah memiliki cita rasa yang gurih mirip dengan udang campur dengan sedikit rasa daging ayam.

"Pokonya enak apalagi kalau digoreng krispi garing. Biasanya buat lauk dengan nasi hangat dan sambal bawang, atau bisa juga hanya untuk camilan saja. Enak kok," tambah dia.

Meski rasanya yang enak dan gurih, Sulis mengatakan tidak semua oramgbisa mengonsumsi Puthul, sebab orang yang tidak tahan dengan makanan ini akan muncul alergi gatal dan biduran. 

"Karena, inikan proteinnya tinggi sekali.Jadi, ada sebagian orang kalau makan itu alergi dan gatal- gatal, biasanya muncul ruam pada kulit seperti orang terkena biduran," jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul,  Raharjo Yuwono  mengatakan Puthul merupakan hama padi dan juga hama jagung, menjadi hama saat masih berbentuk uret yang memakan 
akar-akar tanaman.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved