Pakar UGM: Bakar Sampah Bisa Picu Kanker dan Memperparah Polusi Udara

Masalah sampah di DI Yogyakarta akhir-akhir ini makin memprihatinkan. Akan tetapi, warga diimbau untuk tidak memusnahkannya dengan cara membakar.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masalah sampah di DI Yogyakarta akhir-akhir ini makin memprihatinkan. Akan tetapi, warga diimbau untuk tidak memusnahkannya dengan cara membakar.

Hal ini karena bisa menyebabkan polusi udara, resiko penyakit gangguan pernafasan bahkan memicu penyakit kanker.

Dokter Spesialis Paru, dr. Ika Trisnawati, Sp.PD (K) mengatakan membakar sampah bukan solusi dalam menyelesaikan persoalan sampah

Sebaliknya membakar sampah bisa memperparah tingkat polusi udara dan menimbulkan dampak risiko penyakit gangguan pernafasan.

Baca juga: INFO BMKG DIY Prakiraan Cuaca Hari Ini di DI Yogyakarta Rabu 23 Agustus 2023

“Polutan hasil pembakaran apapun bentuknya sifatnya toksik jika masuk ke kantong paru-paru menghasilkan dampak ringan sampai berat,” kata dia dalam Diskusi Pojok Bulaksumur yang bertajuk Awas Sampah dan Udara Tak Sehat Mengancam, Senin (21/8/2023), di Selasar Barat Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dia menyebut, dalam jangka pendek, hasil pembakaran bisa menimbulkan risiko terkena penyakit paru akut.

“Jangka panjangnya ya menimbulkan resiko  kanker karena adanya paparan senyawa karsinogenik,” katanya.

Pakar Cuaca dan Iklim dari Fakultas Geografi, Dr. Emilya Nurjani mengungkap, pembakaran sampah, juga keluaran asap dari cerobong pabrik dan pembangkit listrik bisa mempengaruhi buruknya kualitas udara di kota-kota besar.

Dengan begitu, polusi udara tidak hanya mengancam ibu kota namun juga kota-kota besar lainnya. 

Ia menjelaskan tingkat keparahan penentuan kualitas udara dideteksi dari kandungan gas hidrokarbon di udara. 

Ditambah dengan kondisi di tengah musim kemarau yang mendapatkan curah hujan lebih sedikit sehingga sebaran gas di udara menjadi lebih lama.

“Saat pembakaran dengan luaran gas metan bisa menyebabkan polusi udara dan dampak terjadinya risiko perubahan iklim,” ujarnya.

Lantas, bagaimana cara yang tepat mengelola sampah?

Peneliti pengelolaan sampah terintegrasi dari Teknik Kimia FakultasTeknik UGM, Ir. Wiratni, Ph.D., mengatakan sudah saatnya sampah dikelola secara mandiri di tingkat desa hingga tingkat rumah tangga masing-masing. 

“Sampah itu bisa dikelola secara mandiri dan skala kecil bisa menghasilkan uang,” katanya.

Bagi Wiratni, pemerintah sudah melakukan upaya maksimal namun begitu perlu dukungan dari warga masyarakat dalam membantu pemerintah dalam bentuk memilah dan mengolah sampah secara mandiri. 

“Bukan masalah teknologinya tapi masyarakat kita tidak aware, kita masih berpikir asal sampah saya keluar dari rumah,” katanya.

Ia menyebutkan bahwa sekitar 80 persen sampah di perkotaan adalah sampah organik. 

Menurutnya, diperlukan edukasi dan kampanye soal mengolah sampah organik dengan mengolah sampah menjadi kompos dan pupuk cair.

“Umumnnya sampah yang tidak bisa dikelola itu hanya 10 persennya saja. Jika seluruh warga Yogyakarta melakukan pemilahan dan pengolahan sampah mandiri maka TPA tidak harus mengelola  sampai sekian ratus ton sampah,” paparnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved