News Analysis

Pakar Hukum UGM Respon Gugatan Uji Materi UU LLAJ Masa Berlaku Menjadi SIM Seumur Hidup

"SIM berlaku 5 tahun itu sudah berjalan 90 tahun. Sejak UU lalu lintas yang pertama pada 1933 itu sudah diatur didalamnya ketika masa Hindia Belanda,

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
ist
ilustrasi SIM 

TRIBUNJOGA.COM, YOGYA - Korlantas Polri kini menjadi sorotan publik lantaran beberapa hal kontroversial yang hangat diperbincangkan masyarakat.

Setelah heboh terkait lintasan uji praktik SIM C model angka 8 yang dinilai menyulitkan pemohon SIM, masa berlaku SIM yang hanya lima tahun juga mendapat perhatian publik.

Salah satu advokat sekaligus mantan anggota Polri bernama Arifin Purwanto pun melayangkan gugatan uji materi UU Lalu lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Upaya itu pun mendapat perhatian dari Pakar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Dr Nurhasan Ismail SH Msi.

Menurutnya aturan masa berlaku SIM saat ini yakni selama 5 tahun sudah menjadi budaya hukum di Indonesia.

Apabila salah satu pihak berusaha mengubah aturan masa berlaku SIM menjadi seumur hidup, maka akan muncul beberapa konsekuensi yang menurutnya perlu dipertimbangkan.

Menurut Prof Hasan, masyarakat perlu mengetahui pada UU LLAJ dalam Pasal 85 ayat 2 mengatur masa berlaku SIM hanya 5 tahun.

"SIM berlaku 5 tahun itu sudah berjalan 90 tahun. Sejak UU lalu lintas yang pertama pada 1933 itu sudah diatur didalamnya ketika masa Hindia Belanda, diatur bahwa SIM berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang," katanya, Jumat (4/8/2023).

Setelah itu pemerintah kembali mengadopsi aturan masa berlaku SIM selama lima tahun tersebut kedalam UU Nomor 3 Tahun 1965 serta UU Nomor 14 Tahun 1992.

Oleh sebab itu Prof Hasan menyampaikan aturan lima tahun masa berlaku SIM sudah diterapkan 90 tahun lamanya.

"Itu artinya aturan yang saat ini sudah menjadi bagian dari kesadaran hukum masyarakat, sudah menjadi bagian dari budaya hukum Indonesia. Jadi kalau itu diubah, itu berarti harus mengubah budaya hukum masyarakat Indonesia," terang dia.

Perpanjangan SIM untuk Evaluasi Pengemudi

Prof Hasan menyampaikan perpanjangan SIM bukan hanya semata-mata mengurus administrasi saja.

Melainkan itu dijadikan pihak kepolisian untuk melakukan evaluasi pemegang SIM setelah lima tahun berlaku.

"Jadi itu bukan hanya sekadar persoalan administratif seperti orang mengurus KTP, tidak. Itu tetap ada uji kesehatan," jelasnya.

Dia menuturkan, pemegang SIM ketika akan memperpanjang masa berlaku hanya diminta tes kesehatan saja.

Ini karena kondisi tubuh seseorang dalam lima tahun terakhir dinilai akan mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental.

"Karena bagaimana pun kesehatan jasmani dan rohani manusia selalu berubah dalam waktu rentang lima tahun terbuka. Rohani itu termasuk kepribadiannya misalnya kesabaran menahan emosi di jalan yang belakangan sering terjadi," ungkapnya.

"Intinya perpanjangan untuk mengevaluasi apakah orang ini masih punya kompetensi dilihat dari sisi kesehatan jasmani maupun rohani," sambung Profesor Hasan.

Uji Materi Masa Berlaku SIM tak Layak Diakomodir

Atas dasar beberapa hal inilah, Profesor Hasan berpendapat permohonan uji materi tentang masa berlaku SIM dari semula 5 tahun dan diusulkan seumur hidup tidak layak diakomodir.

"Saya berpendapat tidak sepantasnya permohonan uji materi ini mendapat perhatian kemudian diakomodasi dengan mengubah ketentuan pasal 85 ayat 2 UU LLAJ itu Seab itu nanti kalau berlaku seumur hidup berarti evaluasi itu tidak ada," terang dia. 

Apabila evaluasi pemegang SIM tidak ada, dikhawatirkan tingkat fatality atau kematian dijalan akan meningkat.

Dari data yang ia dapat, tingkat kematian manusia akibat berkendara di jalan setiap harinya mencapai 75 orang.

"75 orang meninggal di jalan. Makanya WHO menyebut bahwa jalan itu menjadi pembunuh nomor 5 di dunia. Jadi itu yang perlu dipertimbangkan sungguh-sungguh oleh MK agar nanti tidak salah dalam mengambil keputusan," terang dia.

Disamping beberapa hal tersebut, Profesor Hasan juga menyampaikan bahwasanya usulan uji materi UU LLAJ merupakan persoalan pribadi salah satu masyarakat.

Ia khawatir apabila usulan uji materi UU LLAJ ini diakomodir akan berdampak negatif yakni menggangu tatanan atau norma hukum yang sudah ada.

"Nanti kalau setiap orang merasa tidak senang dengan pelayanan kemudian orang menggugat mk supaya dasar hukum yg menjadi dasar pelayanan publik diubah," terang dia.

Dari sisi kepolisian, Direktur Lalu lintas (Dirlantas) Polda DIY Kombes Pol Alfian Nurrizal masih enggan berkomentar jauh terkait gugatan uji materi UU LLAJ.

Kendati demikian pihaknya sudah membahas dengan Korlantas mengenai upaya-upaya yang akan dilakukan atas gugatan tersebut.

"Tetapi secara data yang saya miliki, angka kecelakaan di jalan itu didominasi usia remaja dan lansia antara 50 sampai 60 tahun. Artinya memang kondisi kesehatan seseorang berubah setiap tahunnya," jelasnya.

Salah satu hal yang menurutnya menjadi dasar analisa yakni berkendara membutuhkan pengetahuan, skill dan etika.

Menurutnya tiga hal itu bergantung pada respon sensorik dan motorik seseorang.

"Sayangnya semakin bertambah usia, kondisi kesehatan menurun dan itu memengaruhi respon sensorik dan motorok seseorang. Oleh sebab itu kami melakukan evaluasi kesehatan pemegang SIM lima tahun sekali," tutupnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved