Penutupan TPA Piyungan

Wakil Ketua DPRD DIY Singgung Penambahan Lahan TPST Piyungan yang Dinilai Tidak Efisien

Kebijakan penanganan sampah di DIY saat ini menurutnya terkesan mahal, rumit serta berisiko tinggi. 

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
KOMPAS.id/HARIS FIRDAUS
Foto TPA Piyungan pada Kamis 19 Februari 2022 oleh Haris Firdaus 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, Huda Tri Yudiana, turut merespon peliknya permasalahan sampah di DIY yang tak kunjung usai.

Menurut anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, penyelesaian masalah sampah sebenarnya sederhana dan ada baiknya jangan dibuat menjadi rumit. 

Kebijakan penanganan sampah di DIY saat ini menurutnya terkesan mahal, rumit serta berisiko tinggi. 

Selama ini sampah-sampah yang terkumpul di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan tidaklah dimusnahkan.

"Se-DIY tergantung sama satu tempat (TPST Piyunga). Masyarakat lokal menanggung risiko sampah se DIY. Akibatnya masyarakat lokal terganggu luar biasa, ketika overload lokasi tersebut masyarakat se-DIY juga terganggu karena ndak bisa buang sampah seperti saat ini," katanya, Minggu (23/7/2023)

Huda mengatakan, sampah dalam taraf tertentu harus dimusnahkan di lokasi yang tersebar di masing-masing daerah. 

Saat ini, menurutnya, banyak sekali teknologi pemusnah sampah yang terjangkau dan bisa memusnahkan sampah secara massal. 

"Menurut saya kita ndak usah berwacana idealis sampah jadi energi listrik atau jadi komoditas mahal kemudian perlu investasi mencapai triliun kemudian tidak dilaksanakan," ujarnya.

Dia menjelaskan, alat untuk memusnahkan sampah tidak harus mahal.

"Pemusnah sampah cari saja yang penting bersih, ramah lingkungan, memenuhi standar kesehatan dengan tujuan memusnahkan sampah, bukan membuat energi atau komoditas canggih," jelasnya.

Ia sepakat bahwasanya banyak anak bangsa yang mampu menciptakan alat pegolahan dan pemusnahan sampah dengan harga terjangkau.

"Misal, alat seharga Rp30 miliar sampai Rp50 miliar bisa memusnahkan sampah 300 meter kubik per hari dan semi portabel," katanya.

Estimasi angka tersebut menurutnya mampu mengatasi masalah sampah di Kota Yogyakarta bertahun tahun.

Penggunaan teknologi tepat guna semacam itu diklaim olehnya lebih efisien baik dari segi pengadaan maupun operasional.

"Biaya transportasi bisa efisien digunakan sebagai biaya operasional alat. Tapi masyarakat tetap harus dibebani tipping fee supaya sadar sampah itu butuh biaya dan agar meminimalisir sampah. Layanan sampah oleh penerintah pilih cara yang paling sederhana dan murah," ungkapnya.

Perluasan Lahan TPST Piyungan Pemborosan

Selain menyoroti skema pemerintah terkait pemilihan metode pengolahan sampah, Huda Tri Yudiana juga menyinggung perluasan lahan di TPST Piyungan.

Upaya perluasan lahan TPST Piyungan dianggap sebagai pemborosan anggaran dan justru memunculkan masalah di kemudian hari.

"Tahun ini dibangun perluasan TPST Piyungan pakai anggaran Rp30 miliar di luar tanah dan biaya operasional. Itu hanya bisa menampung tujuh bulan ke depan, karena sampah ndak dimusnahkan. Setelah itu pasti masalah lagi," tegasnya.

Sama halnya rencana kebijakan kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) yang membutuhkan investasi pihak ketiga dengan biaya mencapai triliunan rupiah.

"Biaya mahal malah jadi komoditas bisnis pihak ketiga," imbuhnya.

"Kuncinya menurut saya musnahkan dan dekatkan. Teknologi dipakai sesuai standar saja ndak usah yang mahal. Sampah jangan dianggap komoditas ekonomi bisnis, mahal tapi sebagai risiko bersama yang butuh biaya pemusnahannya," sambung Huda Tri Yudiana.

Ia beranggapan jika paradigma kebijakan sedikit diubah dengan mendekatkan tempat pengolahan dan musnahkan secara efisien maka masalah sampah di DIY dapat selesai dalam waktu beberapa bulan saja.

Kemudian, untuk masalah sampah di TPST Piyungan yang sudah menumpuk puluhan tahun diselesaikan secara terpisah. 

Dilakukan reklamasi, dipersempit untuk lokasi pemusnahan atau ditutup permanen.

Ia juga menyarankan pemerintah membangun ekosistem ekonomi untuk masyarakat sekitar Piyungan sebagai balas budi karena selama ini terganggu. 

"Jangka pendek ini saya minta pelayanan persampahan harus tetap berjalan dengan koordinasi antar kabupaten kota dan pemda DIY, jangan berhenti karena bangun TPST Piyungan transisi," terang dia.

Ia juga mendesak pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan sampah secara permanen.

Edukasi masyarakat tetap wajib dilakukan untuk meminimalkan sampah.

Penggunaan TPS 3R, bank sampah tetap digalakkan untuk meminimalisir sampah yang harus dimusnahkan. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved