Kasus Antraks di Gunungkidul

DPRD Gunungkidul Akan Berikan Rekomendasi KLB Antraks ke Bupati

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gunungkidul berencana membahas soal penanganan ternak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Alexander Ermando
Ketua DPRD Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gunungkidul berencana membahas soal penanganan ternak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Salah satunya terkait antraks.

Ketua DPRD Gunungkidul, Endah Subekti mengatakan pihaknya juga akan memberikan rekomendasi ke bupati.

"Selasa (18/07/2023) nanti akan kami berikan rekomendasi ke bupati soal penanganan ternak," kata Endah, Jumat (14/07/2023).

Baca juga: Gelombang Tinggi 6 Meter Diprediksi Terjadi di Sejumlah Titik Perairan dan Samudra Hindia

Pihaknya akan merekomendasikan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) ke bupati.

Status ini tak hanya untuk penanganan antraks, tetapi juga penyakit ternak lainnya seperti Lumpy Skin Disease (LSD) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Menurut Endah, status KLB diperlukan agar penanganan penyakit ternak bisa lebih optimal.

Antara lain dengan memanfaatkan Belanja Tidak Terduga (BTT) dari anggaran.

"Kalau BTT turun kan bisa dimaksimalkan untuk penanganan, termasuk sosialisasi ke masyarakat," ujarnya.

Endah menilai bupati harus mengambil langkah cepat.

Sebab kemunculan penyakit seperti antraks berdampak pada Gunungkidul yang menjadi gudang ternak DIY.

Rekomendasi diperlukan mengingat bupati sebagai pemimpin daerah yang bisa membuat keputusan.

Termasuk menyetujui penggunaan anggaran untuk penanganan.

"Jadi harus ada gerak cepat, salah satunya lewat KLB ini," kata Endah.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta sebelumnya menyatakan status KLB belum diperlukan.

Sebab ia menilai penanganan antraks di wilayahnya sudah cukup maksimal.

Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah edukasi ke masyarakat.

Sebab kasus antraks ini muncul salah satunya karena perilaku masyarakat karena mengonsumsi daging dari ternak yang sakit.

"Edukasi harus jalan terus agar mereka paham risikonya, dan itu sudah kami lakukan," kata Sunaryanta. (alx)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved