News Analysis
Pakar Hukum UGM tentang Polemik UU Kesehatan: Draft RUU Tertutup, Publik Tak Bisa Akses
Undang-undang (UU) Kesehatan resmi disahkan oleh DPR RI pada Selasa (11/7/2023) siang. Tujuh dari sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Undang-undang (UU) Kesehatan resmi disahkan oleh DPR RI pada Selasa (11/7/2023) siang.
Tujuh dari sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN.
Fraksi NasDem menerima dengan catatan terkait minimal dana wajib kesehatan.
Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan, dan keduanya pun sama-sama menyoroti mandatory spending dalam pernyataan sikapnya.
Baca juga: Pemkab Bantul Menebar 32 Ribu Benih Ikan di Sungai Oyo
UU Kesehatan itu pun mendapat kecaman dari banyak tenaga kesehatan (nakes) lantaran mereka merasa tidak dilibatkan dalam perumusan beleid tersebut.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Oce Madril., S.H., M.A menjelaskan, UU Kesehatan menimbulkan banyak polemik di akar rumput lantaran kurangnya partisipasi stakeholder terkait.
“Buktinya, banyak protes atas RUU itu dari organisasi profesi kesehatan,” katanya kepada Tribun Jogja, Kamis (13/7/2023).
Dia mengatakan, ketiadaan partisipasi organisasi profesi kesehatan itu menunjukkan perbedaan yang tajam antara pembentuk UU dengan masyarakat terdampak.
Padahal, seharusnya, pembentuk UU memperhatikan tiga prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation.
“Tiga prinsip itu adalah hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan dan hak atas penjelasan. Sampai tahap akhir ini, DPR kan sepertinya tidak memenuhi hak publik itu,” terang dia.
Oce menilai, pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) juga tertutup.
“Draft RUU tidak disampaikan ke publik, bahkan kelompok profesi yang terdampak juga tidak memiliki akses,” tutur dia.
Hingga UU disahkan di sidang paripurna, publik tidak paham draft mana yang disahkan oleh DPR.
“Ketertutupan seperti ini melanggar prinsip keterbukaan dalam pembentukan UU sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2011 ttg Pembentukan Perundang-undangan,” jelas Oce.
Ia juga menyebut, terkait mandatory expenditure anggaran kesehatan yang kontroversial itu, pembentuk UU semestinya bisa memperhatikan lebih terkait isu tersebut.
Bagaimanapun, kata Oce, UU Kesehatan telah disahkan, sehingga perlu upaya hukum yang dapat ditempuh.
“Bisa judicial review ke MK. Ada dua hal yang dapat diuji, yakni uji formil proses pembentukan UU Kesehatan dan uji materil terhadap pasal yang dianggap bermasalah. Uji formil harus segera karena ada batas waktu yang ditentukan,” tukas dia. (ard)
Pakar Hukum UGM Respon Gugatan Uji Materi UU LLAJ Masa Berlaku Menjadi SIM Seumur Hidup |
![]() |
---|
Ekonom UGM Sebut Revisi Permendag Bisa Selamatkan UMKM dari Barang Impor di Platform Asing |
![]() |
---|
Ide Mengakhiri Hidup Datang dari Stres Berkepanjangan, Pakar UGM: Jangan Sepelekan Kesehatan Jiwa |
![]() |
---|
Pakar UGM: Wisuda Anak Jangan Bebani Orangtua, Maknai sebagai Momen Refleksi Edukasi |
![]() |
---|
Peneliti Pukat UGM : Tanpa Kuitansi Termasuk Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.