News Analysis
Ide Mengakhiri Hidup Datang dari Stres Berkepanjangan, Pakar UGM: Jangan Sepelekan Kesehatan Jiwa
Marak kasus mengakhiri hidup yang terjadi di DI Yogyakarta belakangan ini. Terbaru, ada empat kasus yang terjadi beruntun selama lima hari, mulai 9-13
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Disclaimer: Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan pengakhiran hidup sendiri.
Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan mengakhiri hidup sendiri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Marak kasus mengakhiri hidup yang terjadi di DI Yogyakarta belakangan ini. Terbaru, ada empat kasus yang terjadi beruntun selama lima hari, mulai 9-13 Juli 2023.
Pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D menjelaskan, gangguan kesehatan jiwa tak boleh diremehkan.
Hal itu bisa mengganggu dan berimbas pada kesehatan tubuh.
“Gejala awalnya perlu diketahui. Orang tua, guru dan lingkungan perlu tahu. Jadi, kalau ada rekan, keluarga terlihat cemas, sakit, murung, coba diamati dulu,” jelasnya.
Baca juga: Pemda DIY Perkuat Sinergitas Jaga Warga Lewat BKK Danais, Demi Keamanan di Masyarakat
Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FKKMK UGM itu mengatakan, gejala awal gangguan kesehatan mental bisa dilihat dari munculnya beberapa penyakit tertentu.
Kemudian, orang yang mengalami gangguan kesehatan bisa merasa stres lantaran adanya perasaan tertekan, cemas atau tegang.
Kondisi itu kemudian menuntut tubuh seseorang untuk melakukan penyesuaian.
“Kalau sudah kondisi stres yang berkepanjangan perlu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan yang profesional,” kata Yayi.
Penyebab timbulnya stres ini, menurut Yayi, bisa disebabkan oleh pekerjaan hingga faktor ekonomi, juga relasi hubungan dengan pasangan dan orang tua yang tidak harmonis.
Ia menyampaikan bahwa gangguan kesehatan mental bisa menimbulkan dampak pada gangguan secara fisik, pikiran dan emosional.
“Di ranah pekerjaan, ada beberapa yang membuat orang tertekan, seperti kurangnya gaji atau honor, kebanyakan tuntutan dan komunikasi yang kurang lancar,” tutur dia.
Gangguan fisik yang umum saat stres sebenarnya bisa diamati, katanya.
Beberapa penyakit yang melanda diantaranya adalah kelelahan, pusing, diare, tekanan darah naik, mual, sakit di dada, gemetar, sakit perut, sulit tidur, sudah bernafas, peningkatan detak jantung dan gatal-gatal di kulit.
Sementara, gangguan pikiran ditunjukkan adanya sulitnya konsentrasi, mudah lupa, sulit mengambil keputusan, distorsi, berpikir irasional, sulit mengingat, paranoia, kesulitan menyelesaikan masalah dan gagal fokus.
Sedangkan, gangguan pada emosional dan tindakan dapat dilihat dari tanda seseorang itu mudah marah, menarik diri, banyak absen (tidak hadir), sering terlambat, terlalu sensitif, makanan yang kompulsif, menyelesaikan masalah dengan pelarian ke minuman keras, obat dan rokok.
Lalu, gangguan dalam hubungan interpersonal dan perubahan pada pola tidur dan pola makan.
“Pola makan ini juga ternyata berhubungan dengan kesehatan mental. Orang yang kurang makan sayur dan buah cenderung kurang sehat mentalnya,” jelas Yayi.
Ia mengungkapkan, jika stres ini dibiarkan berlarut-larut, maka tingkatnya bisa berlebihan.
Tingkat stres berlebihan bisa menjurus pada kondisi depresi.
Gejala depresi yang muncul biasanya merasakan sedih berlebihan, kehilangan minat dan kesenangan dan perasaan merasa tidak berguna.
“Bisa juga gangguan tidur, gangguan selera makan, tak bersemangat dan lain-lain,” terang dia.
Depresi ini, kata Yayi, menjadi berbahaya jika punya ide bunuh diri.
“Dimulai dari mengurung diri maka bisa memunculkan seseorang untuk ide bunuh diri,” paparnya.
Ia tidak menampik, setiap manusia pasti pernah mengalami stres. Namun, tekanan itu harus dihadapi.
Stres akan selalu ada dalam kehidupan sehari-hari, tinggal bagaimana manusia menghadapinya.
Maka, dikatakan Yayi, pengelolaan emosi yang baik adalah dengan melakukan apapun yang disukai, termasuk melakukan hobi agar pikiran tidak melulu terpatri di sumber stres.
“50 persen penyakit tubuh itu kan asalnya dari psikologis,” terang Yayi.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, dilaporkan bahwa lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. (ard)
Pakar Hukum UGM Respon Gugatan Uji Materi UU LLAJ Masa Berlaku Menjadi SIM Seumur Hidup |
![]() |
---|
Ekonom UGM Sebut Revisi Permendag Bisa Selamatkan UMKM dari Barang Impor di Platform Asing |
![]() |
---|
Pakar Hukum UGM tentang Polemik UU Kesehatan: Draft RUU Tertutup, Publik Tak Bisa Akses |
![]() |
---|
Pakar UGM: Wisuda Anak Jangan Bebani Orangtua, Maknai sebagai Momen Refleksi Edukasi |
![]() |
---|
Peneliti Pukat UGM : Tanpa Kuitansi Termasuk Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.