Apa Itu Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup?
Sistem proporsional terbuka adalah pemilih bisa langsung memilih calon caleg. Pada sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com - Pemilihan Umum di Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Apa Itu Sistem Proporsional terbuka?
Sistem proporsional terbuka Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih bisa langsung memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh setiap partai politik (parpol) peserta pemilu.
Dalam sistem ini, surat suara memuat keterangan logo partai politik, berikut nama kader parpol calon anggota legislatif.
Pemilih dapat mencoblos langsung nama caleg, atau mencoblos parpol peserta pemilu di surat suara.
Nantinya, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak.
Menurut Mahkamah, sistem proporsional terbuka memiliki sejumlah kelebihan, antara lain, sistem ini mendorong caleg untuk bersaing dalam memperoleh suara.
Sebab, caleg terpilih adalah yang punya suara terbanyak.
Mahkamah menilai, mekanisme ini mendorong terciptanya persaingan yang sehat serta meningkatkan kualitas kampanye dan program caleg.
Selain itu, Mahkamah berpandangan, sistem proporsional terbuka juga lebih mendekatkan caleg dengan pemilih, lantaran pemilih memberikan suara langsung untuk caleg, bukan partai.
“Dalam sistem ini, pemilih memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon anggota legislatif yang mereka anggap paling mewakili kepentingan dan aspirasi mereka. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemilih dengan wakil yang terpilih,” kata Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).
“Pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon dari partai politik tertentu tanpa terikat pada urutan daftar calon yang telah ditetapkan oleh partai tersebut,” tuturnya.
Kelebihan lain dari sistem proporsional terbuka yakni pemilih dapat berpartisipasi langsung dalam mengawasi wakilnya yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang semula mereka pilih di pemilu.
Dengan demikian, partisipasi pemilih terhadap pengawasan meningkat, pun akuntabilitas dan transparansi di legislatif.
Selain itu, menurut Mahkamah, sistem pemilu proporsional terbuka lebih demokratis lantaran representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau caleg.
Mekanisme ini dinilai lebih adil bagi para calon anggota legislatif.
“Hal ini mendorong inklusivitas politik, mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat, dan mencegah dominasi pemerintahan oleh satu kelompok atau partai politik,” ujar Suhartoyo.
Namun demikian, Mahkamah berpandangan, sistem proporsional terbuka juga memiliki beberapa kekurangan. Antara lain, membuka peluang terjadinya politik uang atau money politics.
Sebab, kandidat yang punya sumber daya finansial besar dapat memanfaatkannya untuk memengaruhi pemilih.
“Selanjutnya, sistem proporsional dengan daftar terbuka mengharuskan modal politik yang besar untuk proses pencalonan,” tutur Suhartoyo.
Sistem proporsional tertutup
Pada sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, tetapi hanya partai politik peserta pemilu.
Surat suara sistem pemilu proporsional tertutup hanya memuat logo partai politik tanpa rincian caleg.
Sementara, calon anggota legislatif dipilih ditentukan oleh partai. Oleh partai, nama-nama caleg disusun berdasarkan nomor urut.
Meski tak digunakan di Indonesia, sistem pemilu proporsional tertutup dinilai punya sejumlah kelebihan.
Lewat sistem ini, partai politik dinilai lebih mudah mengawasi dan mengontrol kegiatan anggotanya di legislatif.
Dengan demikian, partai dapat memastikan anggotanya bertindak sesuai dengan kehendak dan kepentingan kolektif yang mereka wakili.
“Selanjutnya, sistem ini juga memungkinkan partai politik untuk dapat mendorong kader terbaik untuk menjadi anggota legislatif,” ucap Suhartoyo.
Dalam sistem proporsional tertutup, partai politik punya kewenangan lebih besar untuk menentukan siapa yang menjadi caleg. Dengan mekanisme seleksi ketat, wakil rakyat yang terpilih kemungkinan lebih berkualitas dan kompeten.
Selain itu, sistem ini juga dinilai mampu mendorong partai untuk melakukan kaderisasi dan pendidikan politik.
“Sistem ini juga berpotensi meminimalkan praktik politik uang dan kampanye hitam. Dengan mekanisme seleksi internal yang ketat, partai politik dapat memastikan bahwa calon yang diusung tidak terlalu tergantung pada dukungan finansial eksternal dan tidak terlibat dalam kampanye negatif yang merugikan demokrasi,” tutur Suhartoyo.
Namun demikian, sistem proporsional tertutup juga dianggap memiliki sejumlah kekurangan.
Antara lain, terbatasnya ruang pemilih dalam menentukan calon wakil rakyatnya lantaran tak punya kesempatan untuk memilih langsung caleg.
Sistem ini juga dinilai berpotensi menciptakan nepotisme pada internal partai politik. Sebab, parpol akan cenderung memilih atau mendukung caleg dari keluarga atau lingkaran terdekat tanpa mempertimbangkan kualitas dan kompetensi secara objektif.
“Praktik nepotisme ini dapat merusak prinsip demokrasi dan dapat menurunkan kualitas anggota legislatif,” kata Suhartoyo.
Kekurangan lainnya, anggota legislatif tak punya kedekatan dengan rakyat lantaran rakyat tidak memilih mereka secara langsung ketika pemilu.
Selain itu, dalam sistem proporsional tertutup, calon yang diusung atau dipilih oleh partai politik berpotensi terkonsentrasi pada kelompok-kelompok kepentingan yang ada di partai tanpa memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat luas.
“Kekurangan transparansi dalam sistem rekrutmen dan kandidasi dapat membuka celah bagi praktik politik yang tidak sehat dan dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap partai politik dan proses politik secara umum,” tutur Suhartoyo. (Fitria Chusna Farisa/kompas)
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka: Dekatkan Pilihan Rakyat, Potensi Jual Beli Suara Lebih Besar |
![]() |
---|
Bawaslu DIY Bahas Putusan MK 135 Tentang Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal |
![]() |
---|
KPU Bantul Gelar Sosialisasi Pendidikan Pemilu dan Demokrasi kepada Pelajar Selama Pelaksanaan MPLS |
![]() |
---|
KPU Kulon Progo Manfaatkan MPLS untuk Kenalkan Nilai Demokrasi ke Pelajar |
![]() |
---|
KPU DIY Hadirkan Pendidikan Pemilih Bagi Siswa di MPLS dan Matsama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.