Mengenal Sifilis, The Great Imitator, Penyakit Menular Seksual Tidak Bergejala tapi Bisa Mematikan
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Setyarini Hestu Lestari mengatakan, di tahun 2020 tercatat hanya ada 67 kasus sifilis
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Angka pelacakan penyakit sifilis di Indonesia mengalami kenaikan secara signifikan.
Penyakit sifilis atau raja singa dilaporkan meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yakni 2016-2022.
Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.
Pada 2018 lalu, kasus sifilis yang terdeteksi berjumlah 12.484 orang. Hingga 2022 lalu, jumlahnya mencapai 20.783 kasus.
Di DI Yogyakarta, kasus sifilis juga terjadi peningkatan kasus sifilis.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Setyarini Hestu Lestari mengatakan, di tahun 2020 tercatat hanya ada 67 kasus sifilis di DIY.
Kemudian, di 2021 meningkat menjadi 141 kasus dan pada 2022 kembali merangkak naik sebanyak 333 kasus.
"Tahun 2023 terdapat 89 kasus per Januari hingga Maret," kata Rini, Rabu (10/5/2023).
Menurut Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari Departemen Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Satiti Retno Pudjiati, Sp.KK(K), penyakit sifilis ini merupakan the great imitator.
Sifilis, kata dia, bisa mengimitasi penyakit yang bisa menyerang tubuh dan membuat orang kebingungan apa yang terjadi pada tubuhnya.
“Bahasa medisnya, sifilis ini the great imitator. Misalnya, di tubuh ada jerawatan di punggung. Bisa saja itu sifilis jika pernah melakukan kontak seksual berisiko. Jadi, bukan cuma penyakit kulit saja,” ujar Satiti beberapa waktu lalu ketika ditemui di Mydervia Dermatology Clinic, kawasan Gejayan, Condongcatur, Sleman.
Berikut hasil wawancara lengkap Tribun Jogja dengan Pakar Kulit dan Kelamin UGM tersebut:
Bagaimana gejala penyakit sifilis?
Sifilis itu, di bidang medis, disebut the great imitator, bisa meniru penyakit lain.
Sifilis awal itu stadium 1, biasanya ada luka. Lukanya dimana? Ya tergantung kontak dan penularan lewat apa. Misalnya, oral seks, maka lukanya bisa di mulut. Kalau kontak seksual lewat kelamin, ya di kelamin. Kalau di anus ya di anus.
Sayangnya, lukanya ini tidak sakit dan bisa sembuh spontan. Nah, kalau lukanya menutup, maka orang kan kadang sudah tidak mau ke dokter.
Padahal, sembuh itu belum tentu bakteri Treponema pallidum, penyebab sifilisnya mati. Bakteri itu bisa masuk ke darah, menyebar kemana-mana.
Ketika bakteri ini sudah menyebar kemana-mana, maka disebutnya sifilis sekunder. Jadi the great imitator tadi.
Paling gampang, kita lihat, kalau ada bercak di telapak tangan, telapak kaki dan itu tidak sembuh, bercaknya tidak gatal, tidak sakit, maka harus segera berpikir, apakah ini adalah peringatan bahwa tubuh kena sifilis.
Gejalanya juga kelihatan ada pitak-pitak kecil di kepala, jerawatan di punggung, dikiranya jerawatan saja, tapi ternyata sifilis. Ada bercak itu juga disertai sisik. Mirip dengan penyakit kulit yang lain.
Sebaiknya, dalam kondisi tidak pernah sakit kulit, dan tiba-tiba ada kelainan kulit aneh, yang tadinya tidak pernah ada, tiba-tiba ada, dioles salep tidak sembuh, ya coba berkaca dulu pernah melakukan perilaku apa, berisiko terkena penyakit menular seksual atau tidak.
Artinya, sifilis ini bukan penyakit murni saja karena dia sebenarnya sistemik, mengenai organ lain, menyebabkan kematian.
Tapi bisa disembuhkan, kan dok?
Bisa, tapi jangan tunggu parah. Bakteri itu mati dengan antibiotik kalau ditemukan masih di stadium awal. Sekali suntik saja beres, sebenarnya. Kalau teman-teman Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), ya bisa tiga kali suntik karena imunnya kurang bagus.
Untuk stadium lanjut, sebenarnya juga bisa disuntik, tiga kali suntikan mungkin. Asal, jangan menunggu cacat.
Bakteri sifilisnya mati, tapi kalau sudah cacat kan tidak kembali. Bakteri ini bisa mengenai organ lain, misal mata, ginjal, jantung dan otak.
Kalau ibu hamil positif sifilis, harus segera ditangani agar tidak menular ke anaknya karena penyebaran bakteri ini kan lewat darah.
Kalau ibu hamil, apakah wajib periksa sifilis?
Bukan wajib, tapi demi kesehatan, lebih baik menyadari untuk memeriksakan diri. Disebut wajib ya tidak. Misalnya, kalau dokter merekomendasikan agar pasien memeriksa darah, maka pasien boleh menolak.
Dalam hal ini, saya kira, seyogyanya dilakukan pemeriksaan sifilis.
Ibu mengaku sehat dan suami baik-baik saja, tapi siapa yang betul-betul tahu suaminya baik-baik saja.
Dikatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ibu rumah tangga ini banyak terkena sifilis. Penyebaran dari mana? Biasanya memang dari pasangan.
Memang sebaiknya pengecekan itu dilakukan sejak dini agar kalau ada sifilis, segera ditangani sejak dini juga jadi tidak berdampak pada anak.
Apa dampaknya jika terkena pada anaknya, dok?
Pada janin, disamping kematian itu tadi, ya pasti ada kecacatan. Ingat, bakteri Treponema pallidum ini menjalar lewat darah ke seluruh tubuh. Dia bisa merusak apapun di otak, tulang, mata dan menyebabkan kematian.
Maka, itulah kenapa pemerintah ini menganggap kalau triple eliminasi, upaya memberantas tiga penyakit, HIV, sifilis dan hepatitis B ini penting sekali.
Untuk generasi yang akan datang, bagaimana kalau anak yang dilahirkan banyak yang cacat? Bisa buta, bisa macam-macam?.
Apalagi jika orang terkena sifilis, rentan juga terkena HIV, begitupula sebaliknya. Jika bayi ini sudah kena HIV, sepanjang hidup bisa udah sakit.
HIV-nya bisa ditekan, tapi bisa saja penyakit lain masuk karena sistem imunnya kurang baik, seperti tuberkulosis, diare, juga sifilis. Kans kematiannya besar dan menghabiskan dana pengobatan, ya untuk pengobatan ibunya, anaknya.
Kalau punya BPJS, mungkin bisa pakai BPJS, tapi kalau bayar sendiri, ya bayar sendiri.
Bayangin, kita orang dewasa yang minum obat lima hari saja rasanya sudah sulit, apalagi bayi dan harus minum obat seumur hidup.
Maka, perlu sekali ini skrining sifilis diperbanyak dan diobati hingga tuntas. Kalau bisa ditekan sejak awal kan ya mengurangi orang sakit.
Selain ibu hamil, siapa yang rentan terkena sifilis, dok?
Tentu, orang yang sering melakukan kegiatan seksual dengan berganti-ganti pasangan, pekerja seks, transgender, men sex with men (MSM).
Ibu hamil ini masuk jadi kategori rentan lantaran ada janin yang dikandung. Sakitnya tidak hanya ke satu orang, tapi dua orang sekaligus dan ini membahayakan.
Orang yang suka berganti pasangan seks, bisa saling menulari kuman. Banyak yang tidak pernah benar-benar tahu bagaimana kondisi kesehatan pasangan.
Apakah pasangannya punya satu kuman, atau banyak kuman ya? Bisa saja dia punya banyak kuman, tapi tidak bergejala tadi. Bisa saja satu nularin HIV, satu sifilis dan satu hepatitis.
Kalau orang yang terkena sifilis ini ada luka, apakah di mulut, di anus, di kelamin, luka ini menjadi pintu yang mudah dimasuki virus.
Virus jadi tidak perlu susah payah menjebol pertahanan kan.
Misalnya, ada luka sifilis, terus ternyata pasangannya kena HIV, maka virus HIV ini seperti sudah dibukakan pintu, ada penyedianya dan sel tubuh langsung diserang dalam jumlah banyak.
Jadi, kalau sudah terkena sifilis, 300 kali lipat risiko terinfeksi HIV. Kalau ada 10 partner, maka 10 ini akan tertular semua.
Adakah imbauan agar orang lain tidak turut menyebarkan sifilis, dok?
Jangan dikejar kesenangan dan berpikir pendek. Kontak seksual bukan hanya berpikir gimana biar tidak hamil. Ini keliru lho.
Kalau biar pasangan tidak hamil, ya banyak cara, tapi bagaimana menghindari penyakit ini? Itu yang susah.
Tidak bisa dibilang, ‘saya sudah pilih yang bersih’. Bagaimana cara menentukan kalau pasangan seksualnya bersih dan tidak punya penyakit sedangkan sifilis sendiri tidak bergejala?
Infeksi Menular Seksual (IMS) itu ada banyak dan banyak juga yang mematikan. Jadi, jangan melakukan kontak seksual sebelum menikah.
Satu-satunya cara untuk menghindari IMS ini adalah loyal, dua-duanya. Jangan yang loyal satu saja, tapi pasangan tidak loyal. Jangan menganggap enteng, ganti-ganti pasangan tidak apa dan putus kontak seksual di hari ke-14.
Banyak orang menganggap kalau sudah 14 hari dan tidak melakukan kontak seksual itu bisa terhindar dari IMS, tidak begitu.
IMS itu bisa kog, sehari saja menular, tidak perlu menunggu 14 hari.
Misalnya, kencing nanah atau gonorrhea. Sekarang kontak seksual dengan pasangan yang memiliki gonorrhea, besoknya sudah kelihatan itu kencing nanahnya.
Ganti pasangan itu justru semakin banyak risiko tertular IMS. Apalagi, hampir semua orang Indonesia jarang mau cek kondisi kesehatan, tidak ingin tahu juga, kadang-kadang.
Jadi, skrining penyakit rutin itu penting ya, dok?
Kalau sudah melakukan kontak seksual dengan siapapun, sebaiknya ya skrining rutin. Tesnya mudah, ada yang hanya dari jari dan semua fasilitas kesehatan melayani, di laboratorium umum ya melayani.
Segera skrining, segera diketahui, berobat lebih dini, maka hasilnya bisa lebih baik.
Sesering apa untuk skrining kesehatan, terutama IMS ini?
IMS ini juga ada yang masa penularannya pendek. Misalnya, gonorrhea tadi. Sekarang kontak seksual dengan orang dengan gonorrhea, besok sudah kelihatan.
Ada juga yang 5-7 hari, sesuai dengan masa inkubasi. Soalnya, bisa juga penyakitnya tidak terdeteksi karena bakterinya masih terinkubasi dan tidak terdeteksi.
Tiga minggu setelah kontak juga bisa cek. Tiga minggu ini bisa juga masih gejala awal atau window period, ya bisa bergejala bisa tidak. Tidak ada patokan pasti berapa hari sesudah kontak seksual berisiko bisa cek.
Kalau di HIV, tiga bulan sekali perlu cek dan bisa ikut combo tes, sifilis dan HIV. (ard)
Dosen UGM Sebut Kenaikan Tunjangan DPR Bukti Kurangnya Sense of Crisis |
![]() |
---|
Dana Bantuan Parpol di Sleman Diusulkan Naik Hingga 140 Persen, Ini Tanggapan Akademisi UGM |
![]() |
---|
Status Mahasiswa Magister UGM Kampus Jakarta Jadi Aktor Intelektual Pembunuhan Kacab Bank |
![]() |
---|
UGM Nonaktifkan Mahasiswa Pelaku Penculikan dan Pembunuhan Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
Probiotik Lokal Masih Terlupakan, Prof Trisye UGM: Kesehatan Usus Tak Boleh Diabaikan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.