Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sejarah Alun-alun Utara, Pernah Jadi Tempat Pengaduan Warga kepada Sang Raja

Lokasi Alun-alun Utara juga berdekatan dengan lokasi incaran wisatawan seperti Masjid Gedhe, sentra Gudeg Wijilan, sentra wisata Malioboro

kebudayaan.kemdikbud.go.id
Sejarah Alun-alun Utara, Pernah Jadi Tempat Pengaduan Warga kepada Sang Raja 

Sultan dan para pembesar kerajaan duduk di Siti Hinggil, yaitu bagian muka keraton yang memiliki permukaan lebih tinggi untuk melihat atraksi para prajuritanya.

Tak heran jika pada zaman dahulu, Alun-alun Utara ini merupakan wilayah sakral yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang.

Baca juga: Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Wujud Pemikiran Besar Sri Sultan HB I untuk Warganya

Bahkan, ada aturan-aturan yang wajib dipatuhi jika ingin memasukinya, seperti tidak boleh menggunakan kendaraan, sepatu, sandal, bertongkat, dan mengembangkan payung.

Hal ini dilakukan sebagai wujud menghormati Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Oleh karena itu, alun-alun yang membentang di muka Keraton Yogyakarta maupun yang berada di pungkuran, bukanlah semata ruang terbuka untuk menampung segala akitivitas khas warga kota seperti yang terlihat saat ini.

Kehadiran Alun-Alun ini memenuhi berbagai fungsi dan peran keraton sebagai pusat pemerintahan.

Ruang terbuka luas ini menjadi perangkai berbagai elemen kawasan di sekitarnya, baik secara tata ruang maupun secara sosial.

Misalnya antara keraton dan Masjid Gedhe, atau antara Sultan dan rakyatnya.

Alun-alun Utara dengan Wajah Baru

Dulu vs Sekarang, Inilah Wajah Terbaru Alun-alun Utara Yogyakarta dan Filosofinya
Dulu vs Sekarang, Inilah Wajah Terbaru Alun-alun Utara Yogyakarta dan Filosofinya (Kolase foto)

Fungsi Alun-alun Utara makin bergeser seiring perkembangan zaman.

Sekarang ini, Alun-alun Utara merupakan sebuah ruang publik yang bisa dimanfaatkan oleh setiap orang.

Bahkan, saat ini terdapat banyak pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman di sekitar alun-alun mulai pagi hingga malam.

Kini, Alun-alun Utara diberi pagar keliling.

Mengutip Tribunjogja.com pada 8 Juni 2020, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho mengatakan pembangunan tersebut bersumber dari dana keistimewaan atau Danais sebesar Rp 2,3miliar.

"Sudah dimulai Minggu lalu, targetnya akhir Juli sudah rampung," jelas Aris.

Aris membeberkan, keberadaan pagar di Alun-Alun Utara tersebut dijelaskan dalam Serat Tuntunan Padalangan yang ditulis oleh MNg Nojowirongko al Amotjendono pada tahun 1948.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved