Erupsi Gunung Merapi

Cerita Petani di Desa Krinjing Magelang, Was-was Harga Cabai Turun karena Abu Vulkanik Gunung Merapi

Sekitar dua tangkup cabai diambil dan ditaruh di atas tampah. Tangan Sundari kembali mengayun-ayunkan tampah itu. Begitu jejak abu dirasa sudah tak

Penulis: Dewi Rukmini | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Dewi Rukmini
Sundari (30), petani cabai di Dusun Krajan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sedang mengayak cabai yang terkena muntahan abu vulkanik Gunung Merapi sebelum disetor ke Pasar Muntilan, Senin (13/3/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Dewi Rukmini

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Tangan Sundari tampak cekatan mengayak cabai hasil panen yang terselimuti abu vulkanik Gunung Merapi.

Tangannya memegang dua sisi tampah kecil dan diayunkan naik turun berulang kali. 

Hamburan tipis abu terlihat jatuh dan terbawa angin.

Seolah diabaikan, tebaran abu itu menempel di tangan, baju, dan topi hitamnya.

Meninggalkan jejak putih yang terlihat sulit dihilangkan. 

Baca juga: Bakal Jadi Tiang Pancang Jalan Tol Jogja-Solo, Tanah di Ringroad Masuk Tahap Penyelidikan

Sekitar dua tangkup cabai diambil dan ditaruh di atas tampah. Tangan Sundari kembali mengayun-ayunkan tampah itu.

Begitu jejak abu dirasa sudah tak lagi menempel di kulit cabai, Sundari meletakkan cabai ke tempat lain untuk dikemas dalam plastik.

Terus diulang hingga gunungan cabai di depannya habis.

"Cabainya harus diayak agar abu yang menempel hilang. Kalau dibersihkan pakai air, nanti malah busuk," katanya kepada Tribun Jogja, Senin (13/3/2023). 

Sundari adalah satu dari ribuan warga Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang yang berprofesi sebagai petani cabai dan terdampak erupsi Gunung Merapi

Abu vulkanik yang disemburkan Gunung paling berapi di perbatasan DIY-Jawa Tengah pada Sabtu (11/3/2023) lalu, membuat seluruh lahan di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, putih pucat. Akibatnya, seluruh hasil panen warga terlapisi abu, begitu juga dengan tanaman cabai milik Sundari. 

Lahan cabai milik wanita berusia 30 tahun itu seluas 3.000 meter persegi. Dalam satu kali tanam, lahan itu bisa dipanen sebanyak 20 kali, yang mana tiap sekali panen menghasilkan 60-an kilogram (kg) cabai. Ia mengaku rutin memanen cabai tiap lima hari sekali. 

"Kemarin Rabu (8/3/2023) sebelum erupsi, saya panen dapat 67 kg. Kalau hari ini (Senin, 13/3/2023) dapat 68 kg, sama yang pethek (cacat) 1 kg, biasanya tidak ada. Kalau suhunya panas seperti pas erupsi ini memang bisa bikin cabai pethek," ungkapnya.

Meski hasil panen kali ini lebih banyak daripada lima hari lalu, namun warga Dusun Krajan, Desa Krinjing itu mengaku sedih dan was-was. Sebab, seluruh cabai hasil panennya terkena abu vulkanik. Menurutnya hal itu berakibat kualitas cabai menurun, buahnya lunak, dan mudah busuk. 

"Ya agak sedih dan was-was, terutama kalau harga jadi turun terus cabainya tidak tahan lama. Untuk harga kami memang belum tahu, karena sistemnya kirim ke pasar dulu baru dapat uang setelah barang laku. Kami cuma berharap harganya tidak turun jauh," ucapnya sambil tersenyum getir. 

Jika harga turun terlalu banyak, Sundari merasa akan rugi. Pasalnya, dalam merawat tanaman cabai itu tidak membutuhkan modal sedikit.

Terkadang ia bisa habis Rp5 juta - Rp10 juta untuk satu kali masa tanam. 

Sedangkan, ketika harga cabai bagus, ia mengaku bisa mendapat untung Rp20 juta dalam satu kali masa tanam. Akan tetapi saat harga cabai jatuh, tak dapat dipungkiri Sundari hanya menerima Rp5-10 juta. 

"Apalagi harga obat (tanaman cabai) sekarang mahal, satu kali beli bisa habis Rp500-an ribu dapat 2-3 jenis obat, untuk pemakaian 3-4 kali. Kalau penyemprotannya tiap satu minggu sekali biasanya habis dipanen langsung disemprot," urainya.

Tak sampai di sana, abu vulkanik yang masih menempel di tanaman cabai juga dapat berakibat fatal bagi buah-buahnya. Karena, kandungan panas dalam abu itu bisa membuat kulit cabai matang sehingga mudah membusuk apabila tidak segera dihilangkan. 

Oleh karena itu, Sundari dan petani lain di Desa Krinjing berharap hujan deras segera mengguyur wilayah tersebut. Agar abu vulkanik yang menempel lekas tersapu bersih guyuran hujan.

"Makanya kami-kami ini sedang menunggu hujan karena abu tetap berengaruh. Memang tidka membuat tanaman mati, tapi bisa bikin cabai yang belum siap dipanen cepat gosong, busuk, dan empuk di pohon. Kalau dijual bisa tidak laku, karena kualitasnya turun banget," tandasnya. (drm)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved