Wamenkumham Jawab Kontroversi Pasal 100 KUHP Baru: Tak Ada Ayat ‘Surat Kalapas’

Tak ada ayat yang menyatakan surat kelakuan baik dari kepala lembaga pemasyarakatan (kalapas) bisa membebaskan terpidana hukuman mati.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
Wamenkumham, Edward Sharif Omar Hiariej saat berada di UGM, Jumat (10/3/2023) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Edward Omar Sharif Hiariej menjawab kekhawatiran masyarakat terkait hukuman mati yang bisa dianulir lewat pasal 100 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Ia juga menyebut tak ada ayat yang menyatakan surat kelakuan baik dari kepala lembaga pemasyarakatan (kalapas) bisa membebaskan terpidana hukuman mati.

Diketahui, pengacara Hotman Paris sempat menyebut jabatan kalapas bisa menjadi lahan basah setelah disahkannya KUHP Baru.

Penyebabnya, dalam Pasal 100 KUHP yang baru mengatur bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Jika setelah masa percobaan selesai dan pelaku berkelakuan baik, maka hukuman mati itu dapat dianulir. 

"Berarti apa? Kalapas yang akan mengeluarkan surat berkelakuan baik bakal jadi tempat yang sangat basah. Siapa yang tidak mau bayar berapapun daripada ditembak hukuman mati, side business," kata Hotman di bulan Desember 2022.

Namun, Eddy, sapaan akrab Edward, kembali menegaskan tidak ada ayat surat kelakuan baik dari kalapas untuk terpidana mati.

“Tidak ada bunyi pasal begitu. Saya sudah jawab Hotman Paris, itu pernyataan konyol, menyesatkan, karena dalam pasal itu tidak ada menyebut surat kelakuan baik dari Kalapas, tidak ada,” jelas Eddy saat berkunjung ke Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (10/3/2023).

Ia menekankan, terkait pidana mati, harus melibatkan tiga instansi, pertama lapas, kedua hakim pengawas dan pengamat dan ketiga adalah eksekutor.

Adapun bunyi dalam pasal 100 KUHP baru adalah sebagai berikut:

(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan
memperhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.

(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved