Politik Global
China Kecam Mentalitas Perang Dingin, Hegemonisme, dan Unilateralisme
China mempublikasikan makalah keamanan global yang menyoroti secara tajam mentalitas perang dingin, hegemonisme, dan unilateralisme.
Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
Makalah itu muncul satu hari setelah China merilis laporan berjudul 'US Hegemony and its Perils', berisi kecaman ke Washington karena meningkatkan persaingan kekuatan besar di seluruh dunia.
Washington menggencarkan revolusi warna, dan memicu ketegangan regional dengan kedok mempromosikan demokrasi.
Di mata China, AS telah menyalahgunakan posisinya yang hegemonik di dunia selama beberapa dekade untuk menuai keuntungan bagi dirinya sendiri.
Mereka menabur persaingan dan ketidakstabilan di negara lain. Dokumen China ini berupaya menarik perhatian internasional terhadap bahaya praktik AS terhadap perdamaian dan stabilitas dunia serta kesejahteraan semua orang.
Laporan itu menawarkan contoh keegoisan yang diakui Washington di bidang politik, militer, ekonomi, teknologi dan budaya.
Selama satu abad, AS telah memperlakukan Amerika Latin sebagai halaman belakangnya. Mereka yang melawan AS menghadapi campur tangan politik, intervensi militer, dan subversi rezim.
Di tempat lain, AS menciptakan blok yang memecah belah di bawah pengaruhnya, dan mendorong "revolusi warna" melawan lawan.
Akhir-akhir ini Washington telah mengemukakan dikotomi yang salah tentang demokrasi vs otokrasi, dan secara sewenang-wenang melabeli negara sebagai anggota salah satu kubu.
Penggunaan kekuatan telah menjadi ciri ekspansionisme AS sejak kemerdekaannya. Sejak 2001 saja, perang yang dilancarkan oleh Washington atas nama memerangi terorisme telah merenggut lebih dari 900.000 nyawa dengan sekitar 335.000 di antaranya warga sipil.
Pentagon telah menggunakan serangkaian metode perang yang mengerikan, dari senjata biologis di Korea hingga amunisi uranium yang habis dalam beberapa waktu terakhir.
Pemerintah AS telah menggunakan status dolar sebagai mata uang cadangan global, dan pengaruhnya terhadap sistem keuangan internasional, untuk menghentikan persaingan dan menjatuhkan sanksi sepihak terhadap lawan.
Laporan tersebut menuduh AS menggunakan statusnya sebagai kekuatan teknologi terkemuka untuk melakukan pengawasan elektronik dan spionase, termasuk terhadap sekutu terdekatnya.
Mereka memiliki pengaruh perusahaan teknologi besar memungkinkan pemerintah AS untuk menyensor pidato online dan mendorong narasinya dalam skala global, sambil membungkam kritik.
Dokumen tersebut menyimpulkan AS harus mengubah pendekatannya, karena tren sejarah perdamaian, pembangunan, kerja sama, dan saling menguntungkan tidak dapat dihentikan.(Tribunjogja.com/RussiaToday/xna)
Profil Bola Tinubu, Akuntan Lulusan AS, Pernah Jadi Keuangan di ExxonMobil Nigeria |
![]() |
---|
Politikus Senior Bola Tinubu Terpilih Jadi Presiden Nigeria |
![]() |
---|
China Kecam AS soal Asal Usul Virus Corona, Penyelidikan FBI Sudah Dipolitisasi |
![]() |
---|
Sergey Lavrov : Pendaftar BRICS Mencapai 20 Negara di Asia dan Afrika |
![]() |
---|
Chad Minta Bantuan Rusia, Prancis Akhiri Misi di Burkina Faso |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.