Tanggung Jawab Moral Industri Sinetron

Industri sinetron di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat seiring dengan bertambahnya jumlah stasiun televisi swasta di negeri ini.

Editor: ribut raharjo
Instagram @fakta_ikatancinta
Momen Aldebaran pergi meninggalkan Andin ke Amerika Serikat dalam Sinetron Ikatan Cinta 

Iva Ariani

Dosen Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta

TRIBUNJOGJA.COM - Industri sinetron di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat seiring dengan bertambahnya jumlah stasiun televisi swasta di negeri ini.

Fenomena ini dapat kita amati dari banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba menyajikan sinetron di tengah masyarakat.

Memang selama ini belum ada metode atau tolok ukur yang tepat untuk mengukur kualitas sinetron di Indonesia, sehingga industri sinetron di Indonesia masih menggantungkan penilaian secara relatif pada selera penonton dan panjangnya episode.

Fenomena meledaknya sinetron Ikatan Cinta yang disiarkan oleh stasiun televisi RCTI misalnya, merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia haus akan tontonan yang berkualitas.

Hal itu dibuktikan dengan berbagai macam prestasi dan capaian yang telah diraih sinetron tersebut.

Sinetron yang pada umumnya dianggap milik ibu rumah tangga dan pekerja domestik, berubah wujud menjadi tontonan yang banyak diminati oleh berbagai kalangan dan hal ini tentu sempat membawa angin segar bagi industry sinetron di Indonesia.

Iva Ariani, Dosen Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta
Iva Ariani, Dosen Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (Istimewa)

Kaidah Ethics dalam Industri Hiburan

Jika kita melihat sinetron dari sisi bisnis dan strategi komunikasi maka kita akan menemukan bahwa di dalam tayangan sinetron tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan. Pertama saat kita melihatnya dari sudut pandang bisnis yang dilakukan melalui media masa , sudah barang tentu kaidah etika bisnis menjadi kunci utama.

Etika membuat siapa saja yang terlibat dalam industri bisnis, tidak dapat bertindak sesuka hati dan menggunakan kekuasaaannya sebagai pemegang kendali pasar.

Tentu saja sangat tidak etis saat pelaku bisnis menayangkan cerita yang tidak masuk akal dengan alasan “namanya juga sinetron”. Sebagai sebuah usaha bisnis maka industry sinetron di Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari perangkat moral.

Masyarakat dihadapkan pada kisah-kisah yang terkadang tidak masuk akal, seperti orang yang sudah mati hidup kembali atau tokoh yang selalu menderita sepanjang hidupnya.

Pun sebaliknya tokoh yang selalu bahagia sepanjang hidupnya.

Ini menjadi sebuah tontonan yang jauh dari pembentukann sistem moral yang benar.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved