Berita Kriminal Hari Ini

Alasan PPA Polresta Yogyakarta Belum Terbitkan Surat DPO ke Pelaku Persetubuhan Difabel

Polresta Yogyakarta masih belum menerbitkan DPO lantaran anggota kepolisian kini masih terus berupaya untuk menangkap pelaku.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Yogyakarta masih terus memburu pelaku persetubuhan terhadap anak difabel di Kemantren Tegalrejo, Kota Yogyakarta .

Sebagaimana diketahui, kejadian dugaan persetubuhan itu berlangsung sekitar awal September 2022.

Kanit PPA Polresta Yogyakarta Ipda Apri Sawitri mengatakan, hingga kini pihak kepolisian belum menerbitkan surat keputusan Daftar Pencarian Orang (DPO) yang ditujukan kepada terduga pelaku.

Pihaknya masih belum memerlukan itu, sebab anggota kepolisian kini masih terus berupaya untuk menangkap pelaku.

Baca juga: Ini Alasan Polisi Belum Terbitkan Surat DPO untuk Terlapor Kasus Persetubuhan Anak Difabel

"Masih dicari. Kalau sudah angkat tangan kami akan keluarkan surat DPO. Kami masih akan memaksimalkan," katanya, Selasa (11/10/2022).

Dia menjelaskan, kondisi korban saat ini semakin membaik, sebab ada pendamping dari psikolog.

Apri menegaskan, pelaku tidak memiliki relasi kuasa, sehingga sulit untuk diringkus.

"Tidak ada. Ya, karena kami menangani banyak kasus saja. Yang bisa dikerjakan kami genjot. Tunggu saja perkembangannya," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang difabel diduga menjadi korban persetubuhan oleh tetangganya sendiri di Kemantren Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

Korban kini masih dalam pendampingan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Yogyakarta .

Kepala UPT PPA Yogyakarta , Udiyanti Ardini menjelaskan, pendampingan sudah dilakukan sejak awal kasus dugaan persetubuhan anak difabel itu mencuat.

“Awalnya kami dapat laporan dari Sigrak (Satuan Tugas Siap Gerak Atasi Kekerasan) wilayah Tegalrejo, kami bantu bikin laporan verifikasi, visum, sampai psikologis dan konseling hukum,” ujarnya, Rabu (21/9/2022).

Proses asesmen dijelaskan Udiyanti sudah dilaksanakan empat kali.

Hasilnya, korban didapati mengalami gangguan penyesuaian diri.

“korban mengalami gangguan penyesuaian diri. Kami juga beri bantuan konsultasi hukum ke ibu korban lewat konselor hukum kami,” ujar Udiyanti.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved