Wajah Baru Alun alun Utara Yogyakarta
Dulu vs Sekarang, Inilah Wajah Terbaru Alun-alun Utara Yogyakarta dan Filosofinya
Inilah perbandingan wajah Alun-alun Utara Yogyakarta dulu dan sekarang. Mengapa tanahnya harus diganti pasir? Berikut penjelasannya.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Muhammad Fatoni
Secara simbolis, filosofi garis imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam.
Simbol keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan alam termasuk lima anasir pembentuknya, yakni api dari Gunung Merapi, tanah dari bumi Ngayogyakarta, air dari Laut Selatan, serta angin dan akasa.
Nah, Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru atau Kiai Wijayadaru yang mengapit sumbu filosofi Yogyakarta tersebut juga memiliki makna tersendiri.
Baca juga: Alat Berat Beroperasi di Alun-alun Utara Yogyakarta, GKR Mangkubumi: Itu Untuk Penataan
Kiai Dewadaru yang berada di sebelah barat sumbu filosofis, bersama Masjid Gedhe Yogyakarta yang juga berada di sebelah barat sumbu tersebut, menjadi gambaran hubungan manusia dengan Tuhan.
Sementara itu, Kiai Janadaru atau Kiai Wijayadaru yang berada di sebelah timur sumbu filosofis, bersama Pasar Beringharjo yang juga berada di sebelah timur sumbu itu, menjadi gambaran hubungan manusia dengan manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kiai Dewadaru, Kiai Jandaru, dan lautan tak berpantai yang ditandai dengan pasir lembut di sekelilingnya, merupakan simbol keselarasan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan yang Maha Tak Terhingga, serta manusia dengan manusia lainnya. (Tribunjogja.com/ANR)