Wajah Baru Alun alun Utara Yogyakarta
Dulu vs Sekarang, Inilah Wajah Terbaru Alun-alun Utara Yogyakarta dan Filosofinya
Inilah perbandingan wajah Alun-alun Utara Yogyakarta dulu dan sekarang. Mengapa tanahnya harus diganti pasir? Berikut penjelasannya.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Muhammad Fatoni
Berikut dokumentasi foto kegiatan revitalisasi penggantian pasir Alun-alun Utara Yogyakarta yang diabadikan oleh Tribunjogja.com.




Baca juga: Pohon Beringin di Alun-alun Utara Yogyakarta Punya Nama Tersendiri, Begini Filosofinya
Foto penampilan Alun-alun Utara Yogyakarta hari ini, Rabu (13/7/2022)


Mungkin sebagian dari Anda penasaran, sebenarnya mengapa tanah di Alun-alun Utara Yogyakarta harus diganti pasir? Berikut penjelasannya.
Baca juga: Ada Proyek Apa di Alun-alun Utara Yogyakarta?
Mengapa tanah di Alun-alun Utara Yogyakarta harus diganti pasir?
Tentu bukan tanpa alasan Kraton Jogja melakukan revitalisasi penggantian pasir di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Ternyata, ada filosofi yang melatarbelakangi upaya tersebut.
Dikutip Tribunjogja.com dari laman resmi Kraton Jogja, Rabu (13/7/2022), Pasir lembut yang menyelimuti seluruh permukaan alun-alun merupakan penggambaran atau lambang dari laut tak berpantai.
Disebutkan bahwa laut tak berpantai merupakan perwujudan dari Tuhan Yang Maha Tak Terhingga.

Karenanya, seluruh permukaan Alun-alun Utara Yogyakarta memang sudah seharusnya ditutup dengan pasir lembut seperti zaman dulu dan juga seperti Alun-alun Selatan Yogyakarta.
Sementara itu, dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara juga memiliki nama, yaitu Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru. Kini, nama Kiai Janadaru berubah menjadi Kiai Wijayadaru.
Menurut Serat Salokapatra, benih Kiai Janadaru berasal dari Keraton Pajajaran, sementara Kiai Dewadaru benihnya berasal dari Keraton Majapahit.
Kiai Dewadaru adalah pohon beringin yang terletak di sebelah barat garis sumbu filosofis, sedangkan Kiai Janadaru atau Kiai Wijayadaru berada di sebelah timur sumbu filosofis.
Baca juga: Paniradya Kaistimewan DIY Tegaskan Revitalisasi Alun-alun Utara Yogyakarta Tak Gunakan Danais
Bagi yang belum tahu, sumbu filosofis yang dimaksud di sini adalah garis imajiner yang terbentang dari Gunung Merapi, melewati Tugu Jogja, kemudian Alun-alun Utara Yogyakarta, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Alun-alun Selatan Yogyakarta, Kandang Menjangan, sampai ke Laut Selatan.
Dikutip dari laman Dinas Pariwisata DIY, pembangunan Yogyakarta dirancang oleh Sultan Hamengku Buwana I dengan landasan filosofi yang sangat tinggi.
Beliau menata Kota Yogyakarta membentang arah utara-selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.