Pemuda di Yogyakarta Dibakar Teman Sendiri, Sosiolog UGM: Memprihatinkan, Terpengaruh Sadisme
Sosiolog Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Derajad S Widhyharto mengatakan, ada banyak faktor mengapa tindakan itu bisa dilakukan oleh pelaku.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Seorang pemuda di Yogyakarta dibakar oleh temannya sendiri. Akibatnya, pemuda berinisial DT berusia 21 tahun warga Mergangsan itu, mengalami luka bakar serius disekujur tubuhnya dan kini sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Derajad S Widhyharto mengatakan, ada banyak faktor mengapa tindakan itu bisa dilakukan oleh pelaku.
Apabila pelakunya adalah anak (di bawah 18 tahun), tindakan pembakaran terhadap temannya tersebut tidak melulu karena tindakannya sendiri.
Ia menduga, tindakan si pelaku dipengaruhi referensi sadisme dari apa yang dilihat di Internet.
Baca juga: Menjadi Pribadi yang Solih Sekaligus Muslih
Apalagi, termediasi oleh media sosial dan kurangnya pengawasan dari orangtua dari apa yang dilihat di dunia digital.
"Mungkin yang dilihat adalah sadisme. Ada unsur sadisme itu, kemudian memutuskan membakar. Saya kira itu dimensi tindakan yang termediasi secara sosialogis. Termediasi oleh banyak faktor. Internet, pengetahuan tentang sadisme. Saya kira itu yang memprihatinkan untuk kondisi saat ini," kata dia, Sabtu (23/4/2022).
Apabila pelakunya sudah dewasa, kata Derajad, maka kejadian pembakaran ini bisa menjadi tragedi.
Di mana seseorang yang sudah dewasa, dianggap cukup mampu berfikir mana yang baik dan buruk tetapi bisa melakukan tindakan sadis terhadap temannya sendiri.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa si pelaku memang terpapar sadisme.
Selain dari internet, penyebabnya bisa dipengaruhi sejumlah faktor. S
atu di antaranya, dari pertemanan yang membentuk geng. Dalam pertemanan eksklusif itu, mungkin sering membicarakan soal sadisme yang tidak mudah dikontrol oleh orang tua.
Akibatnya, anak tersebut mudah terpengaruh. Apalagi mereka membutuhkan aktualisasi diri dan pengakuan di media sosial sehingga nekat melakukan hal-hal yang kadangkala negatif.
Bisa karena pengaruh kelompok pertemanan maupun demi mengejar eksistensi diri.
"Jadi ada hal-hal yang bisa jadi itu keputusan pribadi namun disulut atas dasar mungkin popularitas dan pengakuan. Banyak hal. Ini lebih komplek. Karena saat ini kita berada di dua sisi sekaligus. Luring dan daring," kata Derajad.
Baca juga: Rekomendasi Smartwatch Murah, Harga di Bawah Rp 100 Ribu, Bisa Buat Lebaran
Bentuk eksistensi diri itu, kata dia, adalah dengan melakukan hal yang memicu datangnya popularitas.
Membakar temannya sendiri adalah kejahatan baru. Dengan melakukannya mungkin akan dianggap populer di kalangannya.