Lemahnya Pengakuan Hutan Adat di DI Yogyakarta Bisa Jadi Sumber Kerusakan Hutan Itu Sendiri

Kisah tentang Sri Hartini, Ketua Penjaga hutan adat Wonosadi di Kapanewon Ngawen, Gunungkidul menjadi contoh bahwa masih banyak masyarakat

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Mereka dapat menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas mengenai berbagai permasalahan kehutanan dan pentingnya pelestarian alam. 

“Mereka pun bisa menjadi duta-duta bagi penyelamatan alam dan hutan dan tentunya mereka harus menjadi bagian integral pelestarian hutan dengan turun langsung ke lapangan, dengan banyak menanam pepohonan, contohnya,” jelas dia.

Baca juga: Genjot Angka Vaksinasi, Polres Magelang Sasar Jemaah Tarawih di Lereng Gunung Sumbing

Disinggung mengenai peran pemerintah, meski deforestasi masih terjadi, kini regulator sudah banyak melakukan upaya pelestarian hutan.

Sebab, saat ini, sudah semakin banyak hutan yang distatuskan sebagai kawasan konservasi atau perlindungan. 

“Sekitar 50 juta hektar hutan Indonesia dialokasi untuk fungsi itu. Selain itu, angka deforestasi yang tadi saya sebutkan sekitar 400 ribu hektar tergolong yang paling rendah dalam 20 tahun terakhir,” tuturnya.

Ahmad menyatakan, tugas pemerintah masih cukup banyak untuk bisa menjamin pengelolaan hutan berkelanjutan, untuk mensinergikan tujuan ekonomi dan konservasi, dan tujuan sosial pensejahteraan masyarakat desa hutan

“Pemerintah saat ini cukup agresif dalam mendorong perhutanan sosial dan juga upaya legalisasi hutan adat, dengan tujuan utama pelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah menjanjikan lebih dari 12 juta hektar untuk program-program tersebut. Namun memang yang belum sepenuhnya mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan,” tandasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved