Lemahnya Pengakuan Hutan Adat di DI Yogyakarta Bisa Jadi Sumber Kerusakan Hutan Itu Sendiri
Kisah tentang Sri Hartini, Ketua Penjaga hutan adat Wonosadi di Kapanewon Ngawen, Gunungkidul menjadi contoh bahwa masih banyak masyarakat
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Ditambahkannya, di DIY sendiri ada hutan negara yang difungsikan untuk produksi dan lindung yang menjadi ranah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY.
Kemudian, ada juga hutan negara atau kawasan konservasi yang dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta hutan rakyat.
Ditanya apa yang disumbangkan akademisi dan ilmu pengetahuan untuk ikut serta menjaga kelestarian hutan, Ahmad mengatakan pengelolaan hutan ini sudah lama menjadi wacana dunia akademis.
Ia mengungkap, berbagai kajian dan penelitian dilakukan. Berbagai Inovasi pun telah ditemukan.
Lebih dari 125 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1895, telah dibentuk sebuah organisasi Internasional bernama International Union of Forest Research Organizations (IUFRO) yang berkantor di Vienna, yang saat ini mempunyai sekitar 700 lembaga penelitian dan universitas di seluruh dunia.
“Namun memang faktanya sumber daya hutan dunia dan di Indonesia kondisinya cenderung terus memburuk, yang dicerminkan terus terjadinya deforestasi atau kerusakan dan hilangnya hutan di berbagai belahan di dunia,” paparnya yang merupakan Deputy Coordinator, Division Forest Policy and Economics, IUFRO.
Dari data, 10 juta hektar hutan dunia hilang setiap tahunnya. Di Indonesia, angka deforestasi mencapai sekitar 400 ribu hektar per tahun.
“Ini tidak berarti penelitian dan inovasi-inovasi yang telah dilakukan kurang bermanfaat. Adakalanya, ini sudah menjadi ranah pengambil kebijakan yang kurang tertarik mengimplementasikan hasil penelitian dan inovasi yang ada karena mempunyai prioritas lain,” katanya.
Ahmad kemudian mengungkap, pelestarian hutan adat bisa memberikan nilai ekonomi lebih.
Dia tidak menampik, nilai ekonomi dan pelestarian hutan sebagai dua hal yang selalu dipertentangkan.
Menurutnya, itu juga bukan hal yang aneh, karena memang selama ini kegiatan ekonomi kehutanan sering mengakibatkan kerusakan hutan.
“Namun, dalam 20 tahun terakhir terus dikampanyekan kemanfaatan ekonomi pelestarian hutan. Misalnya kemanfaatan untuk mendukung ekonomi rumah tangga masyarakat desa hutan. Ada juga manfaat jasa lingkungan yang terus diupayakan,” katanya.
“Contohnya, dalam 2 dekade terakhir, pelestarian hutan yang dapat menyimpan karbon, diupayakan ada nilai ekonominya. Ada berbagai upaya untuk mendorong perdagangan karbon dalam konteks pencegahan perubahan iklim,” jelas Ahmad melanjutkan.
Baca juga: Genjot Angka Vaksinasi, Polres Magelang Sasar Jemaah Tarawih di Lereng Gunung Sumbing
Lantas, apa yang yang bisa dilakukan anak muda untuk ikut melestarikan hutan?
Dia menjawab, generasi muda bisa menjadi stakeholder yang penting untuk melestarikan hutan.