Berita Kriminal

Klitih Bukan Tindak Kejahatan Jalanan, Polda DIY : Ini Sudah Salah Kaprah

Polda DIY meminta masyarakat tak lagi memakai istilah klitih untuk setiap aksi kejahatan jalanan.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh
Ilustrasi Klitih 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Istilah klitih marak terdengar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Selama ini, istilah klitih kerap muncul dan mengarah pada aksi tindak kejahatan di jalanan.

Namun Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta masyarakat tak lagi memakai istilah klitih untuk setiap aksi kejahatan jalanan.

"Kata klitih ini mohon tidak kita gunakan lagi, karena ini sudah salah kaprah," kata Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Rabu (6/4/2022).

Ade menjelaskan, klitih merupakan bahasa atau istilah lokal yang sedianya memiliki definisi jalan-jalan sore atau sekadar mencari angin sambil mengobrol.

Namun, saat ini istilah klitih mengalami pergeseran makna yang mengarah ke aksi kejahatan jalanan.

"(Klitih) itu budaya yang baik, tapi kalau kita gunakan kejahatan jalanan tawuran ini itu berkonotasi negatif. Bahkan kita sering mendengar orang bercanda, itu ada orang diamankan membawa sajam itu kelompk preman, awas ada klitih. Kita sendiri yang membuat suasana menjadi tidak lebih baik," imbuh Ade.

Baca juga: Klitih Dinilai Tidak Sama dengan Kejahatan Jalanan, Begini Penjelasan Dirreskrimum Polda DIY

Baca juga: Langkah Pemda Bersama Polda DIY Berantas Aksi Kejahatan Jalanan, Libatkan Jaga Warga Redam Klitih

Kasus kejahatan jalanan terbaru yang tengah diselidiki Polda DIY adalah peristiwa tewasnya pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta bernama D (18), Minggu (3/4/2022) dini hari kemarin di Jalan Gedongkuning, Kotagede, Yogyakarta.

Pelajar itu meninggal seusai terkena ayunan gir bertali pada bagian kepala. 

Dia sempat dirawat di RSPAU Hardjolukito sebelum akhirnya meninggal pada Minggu pagi. 

"Mohon untuk kasus-kasus kejahatan jalanan yang secara eksplisit kemarin lebih tepatnya tawuran sebenarnya. Karena ada proses ejekan-ejekan dan proses ketersinggungan dari dua kelompok laki-laki yang sebagian itu orang dewasa dan sebagian anak-anak, masih pelajar," papar Ade.

Ade mengklaim, hasil evaluasi dan analisa selama 3 bulan menunjukkan bahwa para korban kejahatan jalanan tidaklah acak. Alias bukan asal pilih atau sembarang serang. 

Sementara kasus tewasnya D dapat dikategorikan ke dalam kejahatan jalanan.

Namun, lebih spesifiknya mengarah ke tawuran karena didahului motif ketersinggungan.

"Analisis kami, korban kejahatan jalanan nggak acak. Terjadi ejek-ejekan, ketersinggungan berujung tawuran," imbuh Ade.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved