Kisah Lulusan ISI Yogyakarta Hastin Sholikhah Temukan Ketenangan Berkarya Lewat Kaine Eco Fabric

Teknik eco print dirasa lebih sesuai dengan jiwanya karena tidak menuntut desain yang simetris dan aturan yang baku, berbeda dengan batik.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
(MG Axel Sabina Rachel Rambing)
Hastin Sholikhah (34) pemilik usaha fesyen ramah lingkungan dengan merek Kaine Eco Fabric. 

Ringkasan Berita:- Kaine Eco Fabric, UMKM Hastin Sholikhah (34) di Yogyakarta, fokus pada eco print menggunakan daun alami pada serat kain sejak 2017.
- Hastin memilih teknik ini karena sesuai jiwa naturalisnya untuk kreasi tanpa aturan kaku, meski ada tantangan cuaca dan ketersediaan daun.
- Kaine tidak hanya menghasilkan fesyen ramah lingkungan, tetapi juga memberi kepuasan pribadi, penghasilan, dan kesempatan berbagi ilmu serta nilai keberlanjutan.

 

TRIBUNJOGJA.COM -- Kaine Eco Fabric adalah sebuah UMKM yang lahir di Yogyakarta, berfokus pada kain kukus ramah lingkungan, atau lebih dikenal dengan teknik eco print.

Usaha ini didirikan oleh Hastin Sholikhah (34), yang memiliki latar belakang pendidikan tekstil dari ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta.

Hastin memulai perjalanannya di dunia fesyen sekitar tahun 2017, setelah sebelumnya bergelut dengan dunia perbatikan, jumputan, dan produk usaha lainnya.

“Tapi ternyata ada alternatif lain dari alam yang bisa digunakan untuk berkarya seni, yaitu daun,” tutur Hastin, Jumat, (14/11/2025).

Dasar ketertarikan Hastin pada eco print muncul dari sifat naturalisnya, dikelilingi oleh lingkungan yang masih banyak sawah dan tanaman.

Teknik eco print dirasa lebih sesuai dengan jiwanya karena tidak menuntut desain yang simetris dan aturan yang baku, berbeda dengan batik.

Hal ini memungkinkan Hastin berkreasi dengan media daun, memanfaatkan potensi alami dari bahan-bahan lokal.

Proses produksi di Kaine sangat menjunjung tinggi prinsip ramah lingkungan. Kain yang digunakan adalah serat alam, seperti katun dan rayon. 

Beberapa model tas serut 'Natsu Bag' produksi merek lokal Kaine Eco Fabric. (Sumber:Instagram @kaine_ecofabric)
Beberapa model tas serut 'Natsu Bag' produksi merek lokal Kaine Eco Fabric. (Sumber:Instagram @kaine_ecofabric).

Untuk mendapatkan motif yang cerah dan eye-catching, Hastin menggunakan berbagai daun seperti daun jati, lanang, jarak, serta bunga kenikir dan kamboja. 

Agar warna tersebut lekat, ia menggunakan bahan seperti tawas dan soda abu. 

Prosesnya cukup panjang dan melibatkan tahapan seperti perebusan kain, penyusunan daun, dan pengukusan selama dua hingga tiga jam. 

Keunikan Kaine terletak pada hasil warna yang sering kali lebih cerah dibandingkan eco print pada umumnya.

Namun, menjalankan usaha ini juga tidak lepas dari tantangan. Selain persaingan yang ada, Kaine sangat dipengaruhi oleh faktor alam seperti cuaca, di mana musim hujan bisa menyebabkan hasil warna yang lebih pudar.

Selain itu, ketersediaan bahan baku daun yang musiman juga menjadi keterbatasan. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved