Berita Kriminal Hari Ini

MENINGKAT, Ada 58 Kasus Klitih DI Yogyakarta Selama 2021, Wakapolda DIY: Rata-rata Dipengaruhi Obat

Aksi kejahatan jalanan atau kerap disebut klitih di DI Yogyakarta dan sekitarnya, masih menjadi perbincangan masyarakat sampai saat ini. Polda DIY

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Miftahul Huda
Wakapolda DIY Brigjen R Slamet Santoso memberikan pemaparan seusai jumpa pers akhir tahun Polda DIY, Rabu (29/12/2021) 

"Rata-rata hasil penyidikan kami, mereka itu dipengaruhi obat-obatan tertentu. Mereka kumpul dengan teman-temannya dan kalau sudah kumpul lebih berani," jelasnya.

Dia menuturkan, penyebab lain yang membuat remaja terlibat aksi klitih yakni orang tua yang memfasilitasi kendaraan bermotor kepada anak yang sejatinya belum cukup matang dalam bertindak.

"Maka dari itu kami akan kasih arahan para orang tua, selama belum cukup umur kok kemudian membelikan sepeda motor, maka akan mengarah ke sana ( klitih )," tutur Slamet.

Atas maraknya aksi klitih beberapa hari yang lalu, jajaran kepolisian akan menggelar patroli skala besar, baik ditingkat Polda, Polres, hingga Polsek.

"Kami agendakan patroli skala besar ke seluruh jajaran dari Polda, Polres dan Polsek, itu sebagai upaya pencegahan," ungkap Slamet.

Baca juga: Fenomena Kekerasan di Lingkungan Ponpes, Kemenag Gunungkidul: Tidak Bisa Digeneralisir

Beberapa pakar berpendapat, klitih tumbuh subur lantaran ada peran dari para senior di tiap-tiap geng pelajar .

Menyikapi hal itu, Slamet berpesan kepada para jajarannya agar segera mereduksi geng pelajar yang ada di DI Yogyakarta supaya tidak ada ruang bagi senior geng terhadap para pelajar.

Sebagai contoh pada 2015 terdapat 48 geng pelajar , kemudian selang beberapa tahun jumlahnya berkurang menjadi 24 geng pelajar .

Kondisi itu dapat dicapai apabila jajaran kepolisian bekerjasama dengan instansi sekolah untuk menambahkan kurikulum terkait pencegahan siswa terlibat aksi kejahatan jalanan atau klitih .

"Saya waktu jabat Kapolresta Yogyakarta dari 48 geng yang ada, sekitar akhir 2015 tinggal 24 geng. Reduksi tu melalui pendidikan terhadap pelaku lewat kurikulum SMA atau SMK. Harusnya kalau itu dilakukan bisa turun lagi," terang pria kelahiran Yogyakarta itu. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved