Berita Kriminal Hari Ini
MENINGKAT, Ada 58 Kasus Klitih DI Yogyakarta Selama 2021, Wakapolda DIY: Rata-rata Dipengaruhi Obat
Aksi kejahatan jalanan atau kerap disebut klitih di DI Yogyakarta dan sekitarnya, masih menjadi perbincangan masyarakat sampai saat ini. Polda DIY
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Aksi kejahatan jalanan atau kerap disebut klitih di DI Yogyakarta dan sekitarnya, masih menjadi perbincangan masyarakat sampai saat ini.
Polda DIY merilis jumlah aksi klitih sepanjang 2021 total ada 58 kasus, dengan jumlah pelaku 102 orang.
Dari total pelaku klitih itu, 80 di antaranya berstatus pelajar dan 22 orang lainnya adalah pengangguran.
Modus operandi yang berhasil diungkap kepolisian, yakni para pelaku klitih itu terbukti melakukan penganiayaan, penggunaan senjata tajam, hingga perusakan.
Baca juga: Kasus Klitih Masih Bermunculan, Tanggapan Bupati Sleman Terhadap Pelaku: Kita Arahkan yang Positif
Wakapolda DIY Brigjen R Slamet Santoso mengatakan, klitih merupakan kejahatan konvensional.
Sehingga untuk menyelesaikan klitih , menurutnya butuh langkah komprehensif.
" klitih memang harus komprehensif, enggak bisa hanya penegak hukum," katanya, saat jumpa pers akhir tahun, Polda DIY , Rabu (29/12/2021).
Slamet menegaskan, ke depannya pihak kepolisian akan mengembangkan upaya pre-emtif dan penegakan hukum.
"Karena dari para pelaku kami sudah miliki data di mana mereka tinggal, orang tuanya bagaimana. Maka kami akan melakukan pembinaan dan penyuluhan," tegas dia.
Dari data yang dipaparkan saat jumpa pers, terjadi peningkatan aksi kejahatan jalanan atau klitih di DI Yogyakarta dalam kurun 2020 sampai 2021.
Pada 2020 kasus klitih di DI Yogyakarta sejumlah 52 kasus.
Sepanjang tahun itu polisi hanya menyelesaikan 38 kasus klitih dengan total pelaku 91 orang.
Sedangkan di 2021 kasus klitih naik menjadi 58 kasus dengan 40 kasus di antaranya telah diselesaikan.
Dari kasus yang ada, polisi menetapkan 102 pelaku klitih .
Slamet menjelaskan, rata-rata penyebab remaja itu terlibat aksi klitih lantaran dipengaruhi obat-obatan.
"Rata-rata hasil penyidikan kami, mereka itu dipengaruhi obat-obatan tertentu. Mereka kumpul dengan teman-temannya dan kalau sudah kumpul lebih berani," jelasnya.
Dia menuturkan, penyebab lain yang membuat remaja terlibat aksi klitih yakni orang tua yang memfasilitasi kendaraan bermotor kepada anak yang sejatinya belum cukup matang dalam bertindak.
"Maka dari itu kami akan kasih arahan para orang tua, selama belum cukup umur kok kemudian membelikan sepeda motor, maka akan mengarah ke sana ( klitih )," tutur Slamet.
Atas maraknya aksi klitih beberapa hari yang lalu, jajaran kepolisian akan menggelar patroli skala besar, baik ditingkat Polda, Polres, hingga Polsek.
"Kami agendakan patroli skala besar ke seluruh jajaran dari Polda, Polres dan Polsek, itu sebagai upaya pencegahan," ungkap Slamet.
Baca juga: Fenomena Kekerasan di Lingkungan Ponpes, Kemenag Gunungkidul: Tidak Bisa Digeneralisir
Beberapa pakar berpendapat, klitih tumbuh subur lantaran ada peran dari para senior di tiap-tiap geng pelajar .
Menyikapi hal itu, Slamet berpesan kepada para jajarannya agar segera mereduksi geng pelajar yang ada di DI Yogyakarta supaya tidak ada ruang bagi senior geng terhadap para pelajar.
Sebagai contoh pada 2015 terdapat 48 geng pelajar , kemudian selang beberapa tahun jumlahnya berkurang menjadi 24 geng pelajar .
Kondisi itu dapat dicapai apabila jajaran kepolisian bekerjasama dengan instansi sekolah untuk menambahkan kurikulum terkait pencegahan siswa terlibat aksi kejahatan jalanan atau klitih .
"Saya waktu jabat Kapolresta Yogyakarta dari 48 geng yang ada, sekitar akhir 2015 tinggal 24 geng. Reduksi tu melalui pendidikan terhadap pelaku lewat kurikulum SMA atau SMK. Harusnya kalau itu dilakukan bisa turun lagi," terang pria kelahiran Yogyakarta itu. (hda)